Disclaimer : Tulisan ini diambil ketika saya masih menjadi seorang trader, belum menjadi seorang value investor.
Perjalanan Pertama Di Pasar Saham
Trading saham itu enak ? Cuan melulu ? Tidak semudah itu Fergusooo. Kali ini saya akan menceritakan pengalaman saya selama menekuni dunia saham. Pertama kali mengenal dunia ini sekitar tahun 2010 dan awalnya saya melihat trading saham ini mirip dengan trading Forex. Namun setelah saya pelajari ternyata sangat berbeda, resiko di saham tidak sebesar di Forex dan kemungkinan untuk uang kita habis jadi 0 rupiah kecil sekali (kalau di Forex misalkan kita pasang posisi buy dan tahanan uang kita ngga cukup bisa kena automatic stop dan uang kita habis). Kalau di saham, kita mendapat jumlah lembar saham misalkan nih kita beli saham TLKM di harga 3000 sebanyak 6 juta rupiah, maka kita akan mendapatkan kurang lebih 2000 lembar saham TLKM.
Ketika saham TLKM ini turun jadi 1500 rupiah, kita tetap punya 2000 lembar sahamnya dan selama perusahaan TLKM tidak bangkrut, maka 2000 lembar saham kita tetap akan ada harganya. Nah saat itu saya masuk di saham dengan modal yang sangat amat kecil, sekitar 500 ribuan saja dan tradingnya pakai ilmu “kelihatannya bisa naik” alias feeling hoki-hokian saja. Kemudian ada salah 1 teman saya yang dia seorang pekerja kantor berkata kepada saya “Han ini koko ada uang nganggur kamu mainin aja di saham untuk belajar” akhirnya account sahamnya dipercayakan kepada saya yang isinya sekitar 7juta-an rupiah.
Di sini saya mulai belajar apa itu analisa fundamental , analisa teknikal dan hal-hal basic lainnya di dunia saham. Trading yang saya lakukan saat itupun juga masih asal-asalan (walaupun sudah mulai belajar ya ini) alhasil portfolionya profit loss profit loss naik turun terus macam lift. Hingga pada suatu titik saya memutuskan untuk fokus ke bidang lain dulu mencari modal dan income karena saat itu kondisi ekonomi saya not so good. Uang 7 juta nya pun saya belikan beberapa saham antara lain NIKL dan BBCA, waktu itu saya lihat BBCA punya fundamental yang sangat amat bagus dan NIKL ada berita akan dimasuki oleh Asabri, kemudian saya serahkan kembali akunnya ke temanku. Saya belikan BCA di harga 6.350 dan NIKL di harga 465 per lembar sahamnya di tahun 2010 tersebut.
Pengalaman Pertama Dihajar Bandar Saham
Saya vakum dari dunia saham hingga sekitar tahun 2014 2015 saya bertemu dengan seorang teman yang memang maniak saham. Hampir setiap hari kami membahas tentang saham dan saya mulai mempelajari ulang tentang berbagai macam analisa saham hingga bandarmologi. Beberapa buku yang menurut saya harus dibaca adalah Value Investing karya Teguh Hidayat, Intelligent Investor karya Benjamin Graham dan How I Made 2 Million Dollar In The Stock Market karya Nicholas Darvas
Untuk bandarmologi, cukup susah mencari bukunya dan saya lebih banyak mempelajari secara otodidak sambil berdiskusi dengan kawan saya. Pada tahun 2016, ada beberapa transaksi yang menurut saya sangat berkesan di antaranya Right Issue BEKS (Bank Banten) yang harga sahamnya melambung hingga angka sekitar 120an dari harga gocap (50 perak). Uniknya, harga tebus Rightnya saat itu ada di angka Rp 18 per lembar saham (Yupp 18 Rupiah saja !!!). Alhasil ketika saham Rightnya keluar di bursa, harganya melambung tinggi dan karena saham Right ini kita dapatkan secara cuma-cuma (hanya memegang saham induk hingga cumdate saja), maka portfolio saya saat itu langsung meroket hingga 100% karena kenaikan harga saham BEKS-R. Itu pertama kali saya mendapat profit 100 juta lebih dari trading saham. Kendati demikian, membeli saham yang mau Right Issue tidak selalu mendatangkan profit ya.
Sesudah itu ada transaksi saham TMPO, di mana saya pertama kalinya FACE TO FACE melawan si bandar saham. Kejadiannya adalah ketika itu saham TMPO sedang “digoreng” misalkan dari harga 175 naik terus ke 180 190 200 hingga 220an dalam beberapa saat saja. Melihat hal itu , saya langsung belikan uang saya di saham TMPO ini katakan di harga 220 tersebut dengan jumlah yang cukup banyak (sekitar 200 juta-an seingat saya). Tepat setelah saya masuk, saham TMPO yang semula BID dan OFFERnya tebal-tebal langsung rontok semua dan harganya yang dari 220an itu jatuh hingga tinggal 160an.
Yang lebih menyedihkan, saya tidak bisa menjual semuanya saat itu karena BIDnya tipissss !!! Akhirnya saya jual perlahan-lahan selama beberapa hari hingga mencapai kerugian 50%an. Itu pertama kalinya saya berhadapan langsung dengan bandar saham dan tahu pasti bahwa bandar benar-benar memonitor pergerakan sahamnya setiap DETIK !
Saya juga belajar yang namanya VOLUME dari transaksi TMPO ini, kalau kita trading di saham yang rata-rata volume nya kecil terus kita masuk dalam jumlah besar, maka si bandar akan dengan mudah mendeteksi aliran uang kita. Mungkin kalau 200 juta itu saya belikan saham seperti BBRI BBCA maka tidak akan terasa karena transaksi marketnya bisa ratusan Milyar tiap hari. Namun kalau saham-saham yang transaksi marketnya sedikit, misal di bawah 5M sehari, maka kita harus sangat berhati-hati kalau mau membeli saham tersebut.
Pengalaman Kedua Dihajar Bandar Saham BUMI
Nexttt, ada transaksi di saham legendaris sejuta umat yaitu BUMI. Saham ini banyak memakan korban di tahun 2008 di mana harga sahamnya dari 8000 jatuh hingga 50 perak beberapa tahun kemudian.
Bayangkan kalau ada yang membeli di harga 8000 dan jatuh ke 50 berarti loss-nya mencapai 99% !!!!
Nah ceritanya di tahun 2016 saham BUMI ini tiba-tiba mengalami kenaikan yang signifikan. Ada berita yang mengatakan bahwa hutang-hutang dari BUMI yang segunung akan direstrukturisasi dengan cara Right Issue (menerbitkan saham baru yang kemudian hutangnya diconvert menjadi saham BUMI). Hal itu direspons positif oleh market di mana harga sahamnya dari level 60an naik hingga level 300an di akhir 2016 (naik sekitar 500%).
Saat itu, saya masuk ke saham BUMI di harga sekitar 190an dan saya hold terus hingga naik sampai 350. Gilanya lagi, portfolio saya saat itu hanya 1 saham saja, yaitu BUMI dan semua cashnya saya belikan semua. Ketika naik hingga 350 saya jual seluruh saham BUMI dan saya mendapatkan keuntungan yang cukup banyak sampai saya berencana untuk membeli sebuah apartemen dari hasil profit trading di BUMI itu.
Namun, saat itu beritanya semakin digembor-gemborkan dan ada bocoran bahwa harga Right Issue saham BUMI ada di angka 926. Kalau kreditur BUMI menyetujui untuk hutangnya diconvert saham di harga 926, maka logikanya saham BUMI sendiri harusnya akan bergerak mendekati angka 926 tersebut. Hal itu membuat saya panas, greedy dan akhirnyaaa saya masukkan semua uang beserta keuntungan yang saya dapatkan sebelumnya ke saham BUMI lagi ketika harganya menyentuh sekitar 400an di tahun 2017 awal.
Dari level 400an tersebut, saham BUMI ternyata naik terus hingga mendekati angka 500. Saat itu juga akan diadakan RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham) yang akan menentukan jadi atau tidaknya proses Right Issue. Saya pun terbang ke Jakarta seorang diri untuk mengikuti RUPSnya dan di sana saya bertemu seorang legenda saham yaitu pak Lo Kheng Hong. Ternyata pak LKH juga datang ke RUPSnya BUMI saat itu guyss dan banyak orang mengerubungi beliau sambil bertanya-tanya.
Gaya berpakaian beliau sangat sederhana, tidak ada barang branded sedikitpun dan beliau melayani pertanyaan-pertanyaan dari peserta RUPS yang lain. Berikutnya ada kejadian di mana sebelum RUPS itu dimulai, pak LKH tiba-tiba masuk ke ruang RUPS dan berbicara dengan manajemen-manajemennya sekitar 15 menit dan kemudian dia pulang tanpa ikut RUPSnya. Ketika RUPS dimulai, harga saham BUMI saat itu ada di angka sekitar 500, dan perlahan tapi pasti harga sahamnya merosot perlahan-lahan.
Orang-orang yang ada dalam ruangan tampak panik karena seharusnya RUPS ini merupakan katalis positif untuk saham BUMI. Ketika voting untuk Right Issue, mayoritas setuju dengan adanya proses Right Issue ini tapi harga sahamnya malah terus melemah. Sesudah disetujui proses Right-nya, membuat saya lega dan akhirnya saya pulang ke Surabaya. Karena average saya di saham BUMI saat itu masih sekitar 400an, jadi ketika saham BUMI turun dari level 500an saya masih belum terlalu panik karena saya berpikir masih rendah harga beli saya.
Tak lama kemudian saya ada acara kantor dan pergi berlibur ke Hongkong, yang ternyata liburan itu menjadi NIGHTMARE ! Saham BUMI terus menerus merosot bahkan sempat ARB (Auto Reject Bawah) alias turun maksimum dalam 1 hari. Hanya dalam beberapa hari saja, BUMI dari level 400an jatuh hingga ke level 200an. Liburan di Hongkong berubah menjadi neraka hingga akhirnya saya CUT LOSS semua saham BUMI saya. Niat awal membeli apartemen dari keuntungan saham BUMI akhirnya berubah menjadi beli nasi bungkus saja.
Saya belajar banyak sekali dari transaksi saham BUMI itu mulai dari money management, kontrol diri, meminimalkan resiko dengan stop loss dan juga yang paling penting adalah pemulihan mental dan psikologis. Saya berfikir , setiap kejadian pasti ada hikmah yang bisa diambil dan saya beruntung mengalami kejadian ini ketika uang yang saya masukkan masih belum dalam jumlah yang sangat besar (bayangkan kalau loss-nya dengan uang Milyaran rupiah). Selain itu, ternyata harga BUMI jatuh terus hingga mencapai 50 yang berarti saya terlepas dari jebakan maut karena sudah saya cutloss sahamnya.
Di akhir tahun 2017, saya mendapat berita yang sangat menggembirakan di mana teman saya yang meminjamkan akunnya untuk saya belajar saham pertama kali, ternyata portfolionya naik dari 7 juta menjadi 55 juta (naik 650%) !! Di saat kondisi ekonomi beliau sedang menurun, keuntungan yang didapat dari saham tersebut bisa digunakan beliau untuk membiayai uang sekolah anaknya. I am very happy to hear that !!
Saya juga sempat membuat video tentang pengalaman dihajar bandar saham ini di video youtube yang teman-teman bisa lihat juga di sini :
Video Pengalaman Dihajar Bandar Saham
Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi teman-teman Arvest , salam cuan selalu dan Tuhan memberkati kita semua.