Para pembaca setia website Arvest, siapa yang doyan makan KFC? Tapi beberapa bulan ini kok muncul berita-berita yang tidak enak ya tentang KFC (kode saham FAST), mulai dari tutup beberapa gerai, PHK ribuan karyawan, sampai isu kesulitan keuangan. Saat ini KFC sedang butuh bantuan Anda untuk proses turnaround lho! Yuk dibantu dengan cara sesekali makan KFC. Karena kalau sampai hengkang dari Indonesia, wah terlalu banyak kenangan ini sama KFC.
Baru-baru ini salah satu owner-nya Lord Anthoni Salim sempat mengutarakan optimismnya terhadap masa depan FAST. Tapi setelah saya analisis laporan keuangan dan business model-nya kok rasanya jadi pesimis ya, bukan pesimis bakal hengkang dari Indonesia tapi pesimis untuk dijadikan/dimasukkan ke portfolio saham Arvest. Ditambah setidaknya ada 3 kondisi makro yang bertubi-tubi menghantam FAST:
- 2020 – Covid
- 2023 – boikot karena serangan Israel ke Palestina
- 2024 – momok PPN naik 12% (masih belum pasti, beritanya masih simpang siur), tapi seharusnya Restoran & Hotel masih kena PB1
Covid-19 memang sudah lewat, tapi menyisakan damage beban utang yang dampaknya terasa sampai sekarang.
Apakah KFC bisa survive? Kalau bisa bakalan jadi potential turnaround stock.
I. Analisis Kuantitatif
Ada beberapa angka dalam laporan keuangan KFC sejak 2016-Q3 2024 (annualized) yang menjadi perhatian saya:
Laporan Arus Kas:
- Capex besar di 2023, dilakukan oleh PT. Jagonya Ayam Indonesia (JAI) entitas anak dengan kepemilikan 70% oleh FAST yang beroperasi sebagai peternakan ayam di Banyuwangi.
Neraca:
- Ada keanehan di angka piutang lain-lain yang membengkak tidak wajar, yang setelah saya selidiki ternyata disebabkan oleh 2 hal:
- Pertama, pada 2019 FAST memiliki piutang sebesar 225 miliar yang mana 100 miliar di antaranya merupakan piutang kepada PT. Bakrie Dharma Indonesia (BDI) yang adalah bagian dari grup Bakrie. Piutang tersebut untuk rencana proyek property BDI dan menawarkan FAST untuk turut berpartisipasi dengan bentuk kerjasama yaitu FAST memberikan dana kepada BDI untuk suntikan modal dimana nantinya FAST akan memperoleh hak untuk menggunakan property tersebut untuk pengembangan usaha FAST. Namun sayangnya proyek tersebut tidak pernah terealisasi. Pihak BDI mengembalikan dana milik FAST sebesar 25 miliar pada Desember 2020 dan 5 miliar pada 2021, sedangkan sisanya 70 miliar akan dibayarkan oleh BDI. Tapi sampai saat ini piutang tersebut belum dilunasi dengan jaminan 2 miliar saham PT. Bumi Resources, tbk (BUMI). Kedua, adanya piutang tanpa bunga dan jangka waktu pengembalian kepada Bapak Djajeng dan Bapak Erwin sebesar 68 miliar lebih, yang seharusnya di kondisi saat ini, piutang tersebut didanai oleh utang berbunga FAST. Saya kurang paham mengapa dan untuk apa piutang tersebut diberikan, mungkin dikemudian hari perlu ditanyakan ke investor relations FAST. Kalau ada yang tahu alasannya boleh tulis di kolom komentar!
- Net Working Capital minus dalam ini pertanda beban utang yang tinggi, ada risiko likuiditas disini. FAST mungkin harus mencari pinjaman tambahan atau menjual aset untuk hal ini. Walaupun tidak semua NWC negatif berarti buruk, dalam beberapa kasus seperti perusahaan dengan siklus kas cepat (misalnya ritel), likuiditas jangka pendek dapat dengan mudah dibiayai dari arus kas operasional yang konsisten. Tapi masalahnya FAST ini arus kasnya juga buruk sejak 2020. (lihat pada bagian Laporan Arus Kas)
- Hal lain yang saya kurang sreg ada piutang pihak berelasi terkait penjualan konsinyasi CD yang jumlahnya lumayan besar 90-100 miliar per tahun. Sebenarnya makin hari CD ini makin tidak laku kan? Ini uangnya kan lebih baik untuk memperbaiki cash flow.
Laporan Laba Rugi:
- Perhatikan pertumbuhan penjualan yang baik sejak 2016-2019 hingga pandemi covid-19 di tahun 2020 menyerang hingga boikot karena serangan Israel Palestina di akhir 2023.
- GPM KFC stabil di angka 62,5%-an (2016-2019), pada 2020 turun menjadi 59,3% wajar karena efek covid-19, walaupun sempat recover di 2021-2023 tapi kembali turun di 2024 karena boikot Israel Palestina. Sejak 2024 ini saya pribadi jadi sering makan KFC karena promonya! Per potong ayam harganya Rp. 11.000,-. (penyebab utama turunnya GPM)
- Langkah yang diambil manajemen sudah tepat, menutup gerai-gerai yang kurang produktif sekaligus melakukan pemangkasan jumlah karyawan. Di Surabaya setahu saya sudah ada 2 gerai besar KFC yang tutup sepanjang 2024.
- Secara revenue sebenarnya sudah lebih tinggi dibandingkan pada waktu 2020-2021, namun sayangnya GPM turun yang sepengetahuan Saya disebabkan oleh promo sepanjang 2024 ini imbas serangan Israel ke Palestina. Agar FAST dapat kembali mencatatkan laba, maka ada 2 cara: 1. Harus mengembalikan tingkat profitabilitasnya yaitu revenue kembali setidaknya ke 6 triliun pertahun dan GPM 62% sehingga menghasilkan laba kotor 3,7 triliun; 2. Apabila GPM tetap di 58% maka FAST harus dapat menggenjot penjualan ke angka 6,4 triliun sehingga laba kotornya menjadi 3.7 triliun. Keduanya akan dapat meng-cover SGA Expenses FAST yang sebesar 3,56 triliun.
- Sayangnya upaya turnaround ini sepertinya akan menjadi agak sulit di tahun-tahun mendatang apabila PPN 12% jadi diberlakukan (masih simpang siur antara jadi atau tidak) di tambah beban bunga yang membengkak karena sejak 2020 FAST harus menambah utang berbunga untuk kebutuhan modal kerjanya. PPN 12% (restoran dan hotel masih PB1 seharusnya) sebenarnya merupakan market risk yang keseluruhan pemain di industri ini akan terkena dampaknya, risikonya kemungkinan akan terjadi downtrading namun saya punya keyakinan KFC ini punya pasarnya tersendiri selain itu secara struktur perusahaan KFC baru-baru ini mengakuisisi 70% saham PT. Jagonya Ayam Indonesia (JAI) sebagai bisnis peternakan ayam dan juga memiliki rumah potong ayam sendiri sehingga memungkinkan KFC memiliki value chain yang lebih baik dari kompetitor-kompetitornya. Sedangkan beban bunga ini adalah company risk yang bisa berbahaya terhadap kondisi fundamental perusahaan.
II. Analisis Kualitatif
FAST bisnisnya adalah restaurant chain dengan brands KFC dan Taco Bell. Tentu saja saya akan lebih banyak membahas KFC dibandingkan Taco Bell-nya. FAST ini memiliki anak usaha yang terintegrasi dengan bisnis utamanya yaitu JAI di bidang peternakan ayam potong/pedaging (broiler). Namun, JAI ini belum bisa memasok 100% kebutuhan FAST, karena dari laporan keuangan FAST ini masih kulakan juga ke beberapa pemasok seperti Wonokoyo, JPFA, CPIN, dll.
Identifikasi & Kategori Kompetitor
Kompetitor FAST (KFC) saya kelompokkan berdasarkan tingkat ancaman dan segmen pasarnya jadi 2:
- Kompetitor Utama (Direct Competitors): McDonald’s, CFC, Texas Fried Chicken, Burger King, Carl’s Jr dan A&W. Mereka ini menawarkan produk yang serupa dengan strategi dan model bisnis yang juga serupa. Tidak ada kompetitor yang memiliki cabang restoran sebanyak FAST (715 cabang). Restaurant chain kedua yang memiliki cabang terbanyak setelah KFC adalah Pizza Hut (595 cabang) dan ketiga McDonald’s (300 cabang).
- Kompetitor Alternatif (Indirect Competitors): Brands lokal seperti Moon Chicken, Richeese hingga kaki lima seperti Hisana Fried Chicken dan Sabana Fried Chicken. Lalu ada minimarket yang menjual nasi dan ayam goreng tepung crispy seperti Lawson dan Family Mart. Kompetitor ini sifatnya menurut saya hanya sebagai substitusi saja yang mungkin lebih murah namun tidak sampai mengancam bisnis FAST.
Evaluasi Daya Saing KFC (5 Keunggulan Bersaing Porter)
- Ancaman Pendatang Baru
FAST termasuk dalam industri makanan cepat saji, yang memerlukan modal awal, pemasaran, ide produk, dan biaya diferensiasi yang besar. Indirect Competitors tidak memiliki hal-hal tersebut. Misalnya saja resep rahasia KFC yang dikunci dalam lemari besi di kantor pusat Yum! Di Lousiville, Kentucky. Dipercaya sebagai resep termahal di dunia no-2 (no-1 milik Coca-Cola). Rese payam goreng dengan 11 bumbu dan rempah rahasia ini berkontribusi besar terhadap pendapatan KFC di seluruh dunia.
Para pemain di industri ini memiliki ekuitas merek yang tinggi dan basis pelanggan setia yang besar. Metode preparation dan prosedur dalam menyediakan makanannya juga distandarisasi untuk menyeragamkan pengalaman bagi seluruh pelanggan di seluruh outlet mereka. Kesulitan terbesar dalam restaurant chain menurut saya adalah keseragaman rasa dan layanan di seluruh cabangnya.
Secara supply chain juga sangat baik sehingga akan sulit apabila indirect competitors ingin menyamainya. Karena hal-hal inilah saya mengatakan bahwa barrier of entry untuk industri ini tinggi.
Yang bermasalah adalah direct competitor seperti McDonald’s yang masuk belakangan setelah KFC di tahun 1991 (KFC masuk Indonesia tahun 1979). Hal ini karena mereka mampu membedakan diri dan melampaui barrier of entry yang disebutkan di atas dengan disokong modal awal yang cukup. Oleh karena itu, ancaman pendatang baru ini saya nilai moderat.
- Ancaman Produk Substitusi
Perusahaan manapun yang berpotensi menggantikan KFC dapat dianggap sebagai threat of substitute. Hal ini dapat diukur dengan ketersediaan produk pengganti, biaya peralihan, dan keterjangkauan produknya.
Substitusi yang potensial adalah restoran lokal yang menyajikan ayam goreng dan makanan cepat saji lainnya. Mereka tersedia dengan harga yang terjangkau. Karena KFC ini termasuk industri ritel makanan, maka biaya peralihannya adalah Nol, konsumen bebas memilih makan sesuai keinginannya. (no switching cost). Selain itu, terdapat pula fast food restaurant chain yang bersaing seperti McDonald’s, Pizza Hut, Wendy’s, Subway, dll. Dan beroperasi di wilayah yang sama dengan tempat KFC beroperasi.
Mempertimbangkan semua faktor di atas, threat of substitutes ini saya nilai sangat tinggi.
- Daya Tawar Pembeli
Pelanggan yang mengunjungi restoran KFC setiap hari dianggap sebagai company’s buyer. Faktor-faktor yang mempengaruhi kekuatan tawar pembeli adalah biaya peralihan yang terkait (switching cost), ketersediaan produk pengganti, dan ukuran pelanggan dan kohesivitasnya (ikatan yang kuat yang membuat mereka saling tertarik dan tetap bersama).
Seperti disebutkan sebelumnya di atas, karena ini adalah industri ritel makanan, pelanggan dapat dengan mudah beralih ke alternatif lain tanpa biaya peralihan apa pun. Pelanggan mempunyai pilihan beragam termasuk restoran-restoran lokal.
Karena banyaknya pesaing, persaingan harga akan menjadi sengit, sehingga hanya menyisakan sedikit ruang bagi KFC untuk dapat memiliki pricing power (mungkin secara individual bisa, di sedikit konsumen yang loyal dengan KFC yang mau membayar berapapun harga ayam gorengnya).
Mengenai ukuran pelanggan, pembelinya sebagian besar bersifat individual dan tidak kohesif. Transaksi B2B mungkin saja terjadi tapi akan lebih banyak jumlah pembelian individunya B2C.
Dari semua faktor di atas saya menilai daya tawar pelanggan ini termasuk tinggi.
- Persaingan Dalam Industrinya
Industri makanan cepat saji menurut saya adalah salah satu yang paling kompetitif di market. Tidak terlepas FAST, juga menghadapi persaingan sengit dari pesaing di industrinya khususnya McDonald’s, yang menargetkan posisi teratas di pasar global. McDonald’s ini hadir di hampir setiap lokasi di mana KFC beroperasi, mau tidak mau market share akan terbagi. Walaupun produk-produknya sebenarnya ada perbedaan, tapi sebagian produknya sama, mencakup ayam goreng, kentang goreng, minuman bersoda, burger, breakfast menu, dll.
Akibatnya, setiap perusahaan berusaha memikirkan cara-cara baru untuk menarik pelanggan. Setiap cara baru untuk menarik pelanggan pasti akan menimbulkan biaya/cost, selain itu terjadi pula persaingan harga yang menekan marjin laba perusahaan ditambah tidak adanya biaya peralihan (switching cost) di industri ini.
- Daya Tawar Pemasok
Ayam, nasi, minuman dan kentang adalah bahan dasar utama dari bisnis FAST. Pembelian bahan baku selalu dilakukan dalam jumlah besar serta pemesanannya secara teratur. Kondisi seperti ini menguntungkan bagi pemasok skala besar dan karenanya akan banyak pemasok yang bersedia memenuhi permintaan KFC. Bahan mentah tersebut adalah bahan yang sifatnya basic sehingga mungkin hanya terdapat sedikit sekali diferensiasi produk sehingga akan banyak sekali pemasok yang bisa dipilih oleh FAST.
Hal ini berarti pemasok memiliki daya tawar yang sangat rendah terhadap FAST.
Kesimpulan
Secara umum persaingan di industri dimana FAST beroperasi ini terbilang tinggi. Namun belum tentu FAST tidak bisa survive, di tahun-tahun sebelum 2020, FAST termasuk growth company. FAST harus menjadi yang terdepan dalam hal biaya (Cost Leadership) untuk tetap dapat bersaing. Hanya saja investor akan lebih senang berinvestasi di industri yang lebih berdaya saing kuat. Jangan lupa harus naikkan margin of safety yang besar apabila tetap ingin berinvestasi di FAST dan sebaiknya wait & see dulu sampai tanda-tanda turnaround bisnisnya terlihat.
Thanks for reading...