Sudah menjadi kebiasaan keluarga saya waktu malam tahun baru imlek berkumpul untuk makan malam, ada yang dari luar kota, bahkan dari luar negeri datang ke Surabaya. Ada satu saudara saya yang hobinya fotografi dan gadget mania, dialah yang bagian foto-foto acara keluarga kami karena alatnya paling lengkap dan paling bagus. Doi kalau sudah belanja gadget, sama sekali gak mikirin budget, gas terus selama ortunya belum ngomel. Ya untungnya ortunya rich sih. Singkat cerita saya jadi penasaran brand apa sih yang jadi favoritnya dia? Siapa tahu company-nya IPO. Kan kalau kata Peter Lynch “Multibagger mungkin ada disekitar Anda!”. Ternyata doi penggemar kamera Sony, belinya di DOSS. Lah itu kan toko gadget mentereng yang kalau ga salah baru akhir 2023 buka di Surabaya. Langsunglah darah investor saya tergerak untuk cari tahu lebih lanjut.


Teman-teman pernah lihat toko DOSS? Atau malah langganan disitu? Ini penampakan tokonya yang di Jl. HR Muhammad, Surabaya…



Saya ingat punya teman cukup dekat kerjaannya videographer professional kelas atas untuk wedding dan company profile di Surabaya, sebut saja namanya Danang, nama production house-nya “Motion Addict”. Kenalnya dulu waktu pernikahan saya, mas Danang ini yang jadi videographer saya, lalu istri kerjaannya dulu MUA akhirnya sering nge-job handle prewed bareng mas Danang ini. Jadilah saya ajak ngopi buat ngobrol-ngobrol sekalian scuttlebutt tentang DOSS. Ga disangka ternyata mas Danang kenal dan pernah bertemu dengan Tahir Matulatan Direktur Utama DOSS dan jadi semacam community leader dari DOSS untuk Surabaya yang ikut mempromosikan brand lighting Godox dari DOSS.


Lalu saya ada satu teman lagi yang juga professional videographer yang memiliki production house sendiri, tapi yang ini spesialisasinya company video, sebut saja namanya Wilmen. Anda bisa lihat portofolionya di Instagram dengan nama akun “igbmedia”. Kliennya besar-besar salah satunya PT. Pakuwon Jati, Tbk (PWON). Nah, teman saya ini juga tak disangka salah satu pengguna produk-produk DOSS juga.


Akhirnya saya menghubungi teman-teman videographer yang saya kenal dan izin untuk diperbolehkan ikut proses syuting mereka apabila sedang ada klien. Sekalian bisa ngobrol-ngobrol untuk scuttlebutt tentang bisnisnya. Eh, ternyata ada teman saya yang barusan teken kontrak untuk bikin commercial video salah satu rumah sakit swasta di Surabaya. Jadilah saya mengikuti proses pembuatannya selama 4 hari.


Dokumentasi Foto:



So, tertariklah saya untuk melakukan analisis lebih lanjut untuk DOSS ini.

 

COMPANY OVERVIEW:

DOSS didirikan awalnya didirikan pada 1 Oktober 2013 di Jakarta. Tapi owner-nya, pak Tahir Matulatan ini dari informasi yang saya cari berasal dari Makassar dan DOSS lahir dari mimpi besar seorang Tahir Matulatan, seorang pengusaha muda yang memiliki latar belakang di bidang perdagangan dan manajemen penjualan. Nama DOSS itu sendiri sudah ada sebelum Pak Tahir membuka toko kamera pertamanya, kisahnya suatu ketika beliau sedang menyetir mobil tapi sambil berpikir nama apa yang bagus. Karena ide awalnya adalah berjualan kamera digital maka namanya dimulai dengan “Digital” lalu selain itu beliau juga ingin menjadi toko yang serba ada yang menjadi solusi para fotografer-fotografer pada saat itu (videographer belum ada pada waktu itu), akhirnya tercetuslah kalimat “One-Stop Solution”. Jadilah nama Digital One-Stop Solution yang disingkat menjadi “DOSS”.


Hal tersebut tercermin dalam visi perusahaan DOSS yaitu “Menjadikan Perusahaan Yang Memiliki Ekosistem 360 Dibidang Fotografi & Videografi Terdepan Di Indonesia, Yang Dapat Mengintegrasikan Penjualan, Pendidikan, Dan Layanan Profesional, Mendorong Inovasi Dan Kreativitas Di Industri Ini.


Beliau memiliki karier professional sebagai Sales Manager sejak 2003-2009 di PT. TT International (produsen elektronik merek “Akira”, tapi sepertinya sudah pailit di 2016). Sepertinya setelah keluar dari PT. TT International ini beliau sudah memulai bisnis DOSS, di sekitar tahun 2008-2009 juga tapi mungkin saat itu belum berbentuk Perseroan Terbatas, karena dari profil beliau PT. Global Sukses Digital ini sudah dimulai dari tahun 2008, tidak klop dengan informasi umum yang tertulis di prospektusnya. Informasi ini saya dapatkan dari teman saya mas Danang itu, katanya pak Tahir ini awalnya bikin toko kamera dulu di Makassar. Nah setelah saya baca-baca prospektusnya baru klop informasinya dari milestones DOSS:



DOSS memang awalnya dari Makassar, mulanya beroperasi dari toko kecil yang fokus menjual kamera dan aksesoris fotografi. Dengan melihat peluang besar di sektor teknologi dan berkembangnya komunitas fotografi di Indonesia, DOSS akhirnya berkembang menjadi salah satu pemain utama di industri perdagangan alat fotografi dan teknologi. Pada tahun 2021, DOSS Mencatatkan sahamnya di BEI yang sekaligus menandakan langkah besar dalam ekspansi bisnisnya.


Entitas induk dan anak usaha DOSS:

  1. DOSS Camera & Gadget (DOSS Induk) – Merupakan lini bisnis utama DOSS, yang berfokus pada penjualan alat fotografi, seperti kamera digital, lensa, drone, gimbal stabilizer, dan aksesoris lainnya.
  2. PT. Distribusi Selalu Sukses (DSS) – Kepemilikan 99,9% oleh DOSS yang bergerak dibidang distribusi aksesoris kamera.
  3. PT. Gambar Masa Depan (GMD) – Kepemilikan 52% oleh DOSS yang kegiatan usahanya menyediakan sarana/prasarana studio XR termasuk virtual background, animasi untuk film yang diproduksi klien melalui studio perusahaan.
  4. PT. Kreasi Imaji Integrasi (KII) – Kepemilikan 51% oleh DOSS yang kegiatannya membuat film konten, film animasi, film review/iklan produk klien.


Selain itu ada PT. Dossindo dan PT. Trading Sukses International yang merupakan sister company dari DOSS, entah mengapa tidak dikonsolidasikan saja. Namun transaksi DOSS ke kedua sister company-nya ini cenderung kecil berupa “piutang pihak berelasi dan penjualan”.


Kegiatan utama DOSS yaitu bergerak di bidang perdagangan alat fotografi dan gadget baik secara offline maupun online secara B2B-B2C. Secara spesifik DOSS memiliki kegiatan utama:

1.     Perdagangan Kamera & Aksesorisnya – memperdagangkan kamera dengan brands terkenal seperti Canon, Nikon, Sony, Fujifilm dan Panasonic beserta aksesorisnya.

2.     Distribusi produk teknologi – DOSS hadir sebagai Solusi B2B untuk peralatan teknologi termasuk drone dan perangkat stabilisasi untuk sektor komersial dan professional.

3.     E-commerce - Mengintegrasikan teknologi digital untuk memperluas jangkauan pasar melalui penjualan online dan layanan pelanggan berbasis teknologi.

4.     Workshop dan edukasi – memberikan pelatihan tentang teknik fotografi, videografi dan penggunaan teknologi terbaru untuk komunitas-komuntas kreatif di Indonesia.


Brands yang diusung oleh DOSS:


Selain itu banyak brands lain yang tidak mungkin saya masukkan semua ke artikel ini. Silakan lihat sendiri di tautan ini https://globalsuksesdigital.com/our-brands/#

 


SHAREHOLDER STRUCTURE:



Ada Manjit Kishin Punjabi pemegang 3,69% saham DOSS. Apakah beliau ini anggota keluarga Punjabi Family yang punya PT. MD Entertainment, Tbk (FILM)? Saya kok kesulitan menemukan background-nya. Apabila teman-teman ada yang tahu boleh tolong bagi informasinya! Ya kalau benar dari FILM, memang industrinya membutuhkan produk-produk DOSS sih.

 

COMPANY STRUCTURE



DOSS Future Plans

  1. Ekspansi jaringan ritel dengan membuka lebih banyak toko fisik di kota-kota besar di luar Pulau Jawa, seperti di Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi, untuk menjangkau lebih banyak pelanggan.
  2. Penguatan digital platforms dengan mengembangkan situs web e-commerce resmi milik sendiri agar lebih dapat di personalisasi demi best experience untuk pelanggan dalam berbelanja, layanan purna jual, dan opsi pembayaran yang lebih fleksibel.
  3. Diversifikasi produk dengan memperluas portofolio produk ke kategori teknologi lain seperti perangkat smart home devices, wearable technology, dan perangkat video professional.
  4. Kemitraan strategis dengan membangun hubungan dengan merek-merek internasional baru untuk menjadi distributor eksklusif di Indonesia, sehingga meningkatkan daya saing di pasar lokal.
  5. Peningkatan operasional dengan mengoptimalkan supply chain dengan pendekatan hybrid yaitu menggunakan gudang pusat di Jakarta sekaligus gudang regional di kota-kota yang lokasinya strategis.
  6. Investasi pada edukasi dan komunitas dengan meningkatkan kegiatan workshop, seminar, dan acara komunitas untuk memperkuat loyalitas pelanggan dan membangun ekosistem kreatif yang mendukung keberlanjutan bisnis DOSS.
  7. Artisan Finder by DOSS sebagai marketplace untuk para pekerja professional di bidang foto dan video. Tujuannya agar para professional di bidang foto & video dapat bertemu dengan para calon klien. Para professional tersebut bisa meng-upload portofolionya untuk dapat dipilih oleh seluruh calon klien yang sedang mencari fotografer dan/atau videographer.


ANALISIS BISNIS DOSS

I. MODEL BISNIS & EKOSISTEM DOSS


  • Hybrid Online-Offline Product Driven, DOSS memiliki model bisnis yang hybrid online & offline dari e-commerce dan toko ritel serta didukung oleh after sales service dengan tujuan dapat melayani lebih dekat ke customer jika mengalami kendala-kendala.

  • Education bertujuan untuk mengajarkan ke sisi customer bagaimana memilih produk yang tepat untuk kebutuhan mereka.
  • DOSS Guava XR yang berfungsi ketika customer ingin belajar lebih tentang new technology. Sifatnya bukan eksklusif studio untuk komersial saja, tetapi bisa juga dipakai untuk melakukan riset. Setelah melakukan riset dan hasilnya “Ok” DOSS juga open untuk berkolaborasi ke proyek tersebut.

  • Community Driven Database With AI Powered by CRM yang bertujuan untuk terus menjaga engagement DOSS dengan customer sehingga memungkinkan DOSS untuk menawarkan produk-produk baru maupun second sehingga ada divisi used items yang menjadi pilihan ke customer yang masih ragu-ragu untuk upgrade peralatannya dan lebih memilih untuk menggunakan used items. Selain itu untuk customer yang memilih membeli barang baru, juga dapat menggunakan divisi used items ini sebagai solusi untuk menjual barang lama mereka.
  • Daunnet yang fokus nya membantu UMKM production house untuk membuat konten-konten sekaligus memperkenalkan teknologi-teknologi terbaru hingga ke tingkat UMKM.


Sesuai nama dan visinya, inilah yang dimaksud one-stop solution. Ketika customer membutuhkan new product atau upgrade product mereka bisa ke toko ritel atau online stores; ketika mereka mencari barang secondhand maka bisa ke used items division; ketika produk-produk yang dibeli customer ada masalah maka bisa ke after sales; ketika mereka ingin belajar maka bisa ke education; dan ketika talent-talent itu menghasilkan hal yang bagus maka bisa ke Daunnet atau ke DOSS GUAVA XR Studio. Inilah one-stop solution dari DOSS dan menjadi suatu looping yang bagus dimana customer akan berada dalam lingkaran ekosistem bisnis DOSS sehingga diharapkan mereka tidak kemana-mana lagi.

 

II. Content Is King!

Kalau dulu kita tahu foto dan video itu 2 hal yang terpisah, sekarang mereka sudah dipersatukan dan disebut “Konten” lengkap dengan caption-nya. DOSS hadir untuk memenuhi kebutuhan atas konten ini, yang semakin zaman semakin bertumbuh, apalagi setelah pandemi covid setidaknya di Indonesia, content creator bertambah banyak, penikmat konten juga bertambah banyak. Content creator itu sendiri bentuknya juga luas, bisa perorangan pribadi, tim, perusahaan, bahkan government butuh konten, uniknya tidak semua butuh uang, ada sebagian yang memang mencari uang, sebagian lainnya sekedar menyalurkan hobi saja. Per 2023 active user media sosial di Indonesia mencapai 458 juta, penduduk Indonesia tidak sampai segitu, totalnya 277,5 juta pada waktu itu!



III. KEUNGGULAN BERSAING DOSS

DOSS ada di industri yang termasuk padat modal (capital intensive), toko kamera isinya barang mahal-mahal semua, namun dalam jumlah yang masih tidak terlalu besar untuk ukuran konglomerat-konglomerat Indonesia. Jadi kemungkinan untuk hadirnya kompetitor baru (new entrants) bisa saja terjadi di masa depan, terutama juga karena industrinya bukan yang high regulated. Industri perbankan yang terkenal highly regulated saja buktinya juga masih cukup banyak konglo-konglo yang bikin bank. Namun saya menemukan satu hal yang melebihi kebutuhan modal tadi sebagai barrier of entry bagi kompetitor baru, yaitu ada pada passion dan special expertise yang dibutuhkan untuk masuk ke industri kreatif seperti DOSS. Jadi yang sulit bukan bikin chain toko kameranya, namun pada ide-ide kreatif “out of the box” seperti yang dimiliki oleh pak Tahir Matulatan yang memang sudah sangat mencintai fotografi dan videografi, begitu juga dengan sebagian besar karyawan yang bekerja juga harus mencintai dan memiliki passion di bidang yang sama. Oleh karenanya DOSS ini bukan sekedar toko yang menjual kamera dan aksesorisnya, lebih dari itu, DOSS ini layaknya platform yang menyediakan fasilitas “gratis” lengkap dan menanungi seluruh komunitas kreatif di Indonesia dan memiliki aktif member di channel digitalnya. Jadi toko DOSS (konsep tokonya superstore lengkap dengan coffee shop, workshop, studio, classrooms, education tools, dan customer bebas uji coba produk-produknya) di setiap kota diharapkan menjadi tempat berkumpul bagi komunitas-komunitas itu hingga terjadilah hubungan timbal balik antara DOSS dengan pelanggannya. Manajemen DOSS sangat terampil dalam menintegrasikan ekosistem teknologi yang canggih untuk kepentingan para pelanggannya. Inilah barrier of entry yang sesungguhnya di bisnis DOSS.


Dari sudut pandang DOSS terhadap pemasok, menurut kami pemasok di DOSS Ini adalah perusahaan-perusahaan besar pemegang merek terkenal seperti Sony, Fujifilm, Nikon, Canon, dll yang tentu saja bargaining power-nya cukup kuat terhadap DOSS. Umumnya principal-principal tersebut mematok harga jual minimum terhadap toko-toko kamera untuk menjaga kestabilan harga sehingga DOSS yang posisinya juga sebagai toko kamera tidak memiliki keleluasaan dalam menentukan harga dan marjin labanya. Namun dari hasil penelusuran saya, di Surabaya itu ada 1 toko kamera yang tergolong legend namanya “Sumber Bahagia” di Jl. Kranggan, harga kamera Fujifilm disana cenderung lebih murah dari toko-toko lainnya yang belakangan ini saya tahu ternyata harga jualnya di bawah harga minimum yang ditentukan oleh principal Fujifilm. Namun, Fujifilm juga tidak berani menegur toko tersebut karena toko itu memiliki penjualan kamera Fujifilm terbaik di Jawa Timur. Lho jadi principal pun bisa turun ya bargaining power-nya apabila tokonya memiliki penjualan yang baik. Apakah DOSS juga bisa seperti itu? Saya tidak tahu, tapi anggap saja tetap dalam koridor peraturan principal-toko ritel dimana DOSS hanya bisa menjual sesuai harga yang ditentukan principal. Tapi DOSS ini punya keistimewaan dimana dia menjual aksesoris non kamera seperti lighting dengan brand “Godox”, LED “Avangarde” dimana DOSS sebagai exclusive distributor & seller di Indonesia sekaligus lengkap dengan layanan aftersales-nya. DOSS sangat agresif dalam melakukan marketing produk-produk aksesoris itu yang seharusnya bargaining power DOSS lebih kuat dibandingkan dengan principal kamera.


Secara bargaining power pembeli/konsumen, dengan adanya sistem harga yang ditentukan oleh principal maka selisih harga di setiap toko yang menjual peralatan fotografi dan videografi saya rasa tidak terlalu lebar, namun tetap yang termurah yang umumnya akan dipilih oleh konsumen. Belum lagi dengan kebiasaan mengecek di marketplace untuk perbandingan harga dan banyak toko online yang menawarkan harga dengan diskon dan cashback yang bisa mengurangi ketergantungan konsumen pada DOSS. Namun, saya rasa ada hal yang menurunkan daya tawar pembeli terhadap DOSS yaitu ada pada produk-produk yang brands-nya secara eksklusif dipasarkan oleh DOSS seperti yang saya sebutkan di atas selain itu DOSS memiliki diferensiasi produk dan layanan. DOSS menjual kamera dan perlengkapan fotografi kelas menengah hingga professional, yang setahu saya tidak tersedia di toko kompetitor. DOSS juga menawarkan garansi resmi dan layanan purna jual, yang bisa menjadi keunggulan dibandingkan kompetitor atau marketplace yang hanya menyediakan garansi distributor. Konsumen yang peduli dengan after-sales mungkin lebih loyal ke DOSS daripada membeli di toko lain tanpa jaminan. Jadi bargaining power pembeli/konsumen ini saya nilai ada di tingkat moderat.


Terkait ancaman dari produk substitusi saya melihat ada smartphone yang teknologinya semakin lama semakin canggih sehingga fotografi smartphone ini semakin bagus kualitasnya yang dapat menggantikan kamera entry-level. Mungkin alasan inilah yang membuat DOSS memilih segmentasi di kamera menengah-profesional karena sulit digantikan oleh smartphone. Selain itu ada benefit yang didapatkan oleh DOSS dari majunya kamera smartphone yaitu DOSS tidak perlu lagi melakukan edukasi terhadap anak-anak usia sekolah terhadap fotografi dan videografi. Bayangkan 20 tahun lalu, yang pegang kamera itu pasti orang dewasa yang bekerja sebagai fotografer atau orang dewasa yang hobi fotografi, hampir tidak ada anak kecil hingga usia SMP pegang kamera. Namun saat ini anak SMP sudah pegang smartphone berkamera canggih dan sudah mempelajari secara otodidak membuat konten menggunakan smartphone-nya. Bahkan saya tahu sendiri ada anak usia sekolah yang sudah bisa menghasilkan uang melalui konten yang dibuatnya. Anak-anak itu cepat atau lambat akan membeli perlengkapan fotografi dan videografi yang dijual oleh DOSS apabila memang serius memasuki dunia content creator karena tidak mungkin ketika sudah mendapatkan klien secara professional, Anda masih menggunakan smartphone untuk bekerja. Subsitusi lainnya selain smartphone ada jasa persewaan kamera yang membuat orang lebih memilih sewa daripada beli, dan AI & Software editing yang semakin canggih sehingga banyak orang mengandalkan software ini untuk mengedit foto biasa agar terlihat seperti hasil kamera professional. Tapi hal-hal tersebut saya pertimbangkan hanya akan digunakan oleh fotografer amatiran. Ancaman substitusi ini saya bilang rendah.


Terakhir faktor persaingan di antara pemain di industrinya yang merupakan toko-toko kamera laris di daerah masing-masing seperti di Surabaya ada Sumber Bahagia, Sinar Bahagia, Sentra Digital atau di Jakarta ada Focus Nusantara, Gudang Kamera, JPC Kemang, Pasar Baru (pusat ritel kamera dengan banyak toko spesialis). Selain itu secara skala nasional ada ritel elektronik besar yang menjual kamera dan aksesorisnya seperti Erafone, Urban Republic. Kompetisinya saya lihat cukup intense dengan persaingan harga yang ketat, beberapa toko mungkin karena penjualannya sangat bagus dapat “seenaknya sendiri” menjual dengan harga yang tidak sesuai dengan yang ditentukan oleh principal untuk brands tertentu seperti yang sudah saya jelaskan di atas. Hal tersebut membuat konsumen jadi punya banyak pilihan sehingga sulit untuk membangun loyalitas tanpa keunggulan kompetitif yang jelas. Saya rasa manajemen DOSS juga sudah mengetahui hal ini makanya mitigasinya ada dalam model bisnis DOSS yang terintegrasi “hybrid online-offline Product Driven” seperti yang sudah saya jelaskan juga di atas. Jika DOSS hanya bersaing harga, kemungkinan besar akan kalah dari marketplace. Tapi jika DOSS bisa menawarkan nilai lebih, seperti pengalaman berbelanja yang lebih baik dan layanan purna jual yang unggul, serta berbagai macam kelebihan-kelebihan lainnya maka mereka masih bisa bertahan dan berkembang. Jadi arah strategi manajemen DOSS saya rasa sudah benar, namun saya masih menunggu eksekusinya terutama progress dari Megastore kamera & aksesoris Ratu Plaza Mall yang barusan digarap DOSS. Untuk sekarang saya menilai kompetisi DOSS dengan toko-toko ritel lainnya cenderung menengah-tinggi.

 

ANALISIS LAPORAN KEUANGAN

Seperti biasa saya tidak akan membahas yang bagus-bagus disini, saya akan menyoroti beberapa hal yang tampak meragukan.


Untuk laporan keuangan DOSS sayangnya kami hanya bisa menilai selama 3 tahun saja dari 2021-2024 karena DOSS ini baru IPO. Jadi datanya yang lebih lama tidak tersedia. Saya menemukan beberapa hal yang unik dari LK DOSS berikut poin-poinnya:


1. DOSS ini secara umum menjual produknya dengan kondisi rugi. Buktinya laba kotornya seringkali minus (2023-2024).

Coba lihat screenshot di bawah ini:


Ya walaupun di 2021-2022 untung tapi sangat tipis sekali, laba kotornya di income statement tampak positif ternyata bersumber dari “Imbalan Proteksi Harga”. Apa ini?


  • IMBALAN PROTEKSI HARGA

Berdasarkan keterangan di prospektus IPO-nya, hal ini adalah klaim pemberian program potongan harga oleh mitra kerjasama kepada pelanggannya. Ternyata setelah saya cari tahu hal ini memang common practice di industri ritel kamera, terutama untuk menjaga hubungan strategis antara principal (seperti Sony, Fujifilm, dll) dengan retailer (DOSS).

 

Bagaimana Imbalan Proteksi Harga Didapatkan?

Saya pakai contoh principal SONY karena DOSS ini salah satu pelopor yang mem-branding kamera Sony di Indonesia dan sukses besar. Misalnya Sony memasok kamera ke DOSS dengan harga 10 juta rupiah/unit.DOSS menetapkan harga jual awal 12 juta/unit (marjin laba kotor 2 juta). Namun, setelah beberapa waktu, pasar memaksa DOSS untuk menjual kamera di bawah harga kulakannya tadi, misalnya 9 juta/unit, karena adanya promosi agresif dari brands lain, fluktuasi kurs yang tajam atau penurunan permintaan atas produk kamera tersebut karena suatu hal yang bukan kesalahan dari retailer. Maka, Sony sebagai principal dapat memberikan kompensasi sebesar 1 juta/unit kepada DOSS agar kerugian mereka (penjualan di bawah harga kulakan) ter-cover. Sony memberikan proteksi ini untuk menjaga hubungan baik dengan retailer dan memastikan stok mereka tetap bergerak di pasar, tanpa membebani DOSS secara finansial.

 

Jadi Sony Rugi Dong?

Sony tidak sepenuhnya rugi karena mereka memproduksi dalam skala besar, sehingga marjin laba mereka sudah cukup tinggi meskipun ada proteksi harga. Fyi, marjin laba kotor Sony per 2023 itu 37% lebih dan marjin laba bersihnya sekitar 10%. Mereka akan lebih rugi jika DOSS tidak bisa buang barang. Selain itu secara strategi branding saya rasa Sony lebih memilih mendukung retailer agar tetap menjual produk mereka daripada membiarkan produknya menjadi barang mati tidak terjual di pasar. Dari sudut pandang Sony, bisa saja DOSS beralih ke kompetitor lain yang lebih mendukung mereka jika Sony tidak memberikan proteksi harga.

 

Bilamana Imbalan Proteksi Harga Tidak Didapatkan Oleh DOSS?

Imbalan Proteksi Harga biasanya diberikan dengan syarat tertentu yang menjadi perjanjian khusus antara principal dengan retailer. Saya butuh scuttlebutt lebih jauh dengan staff DOSS yang memiliki jabatan lumayan tinggi. Tapi menurut pendapat saya umumnya hal itu tidak berlaku apabila DOSS secara sepihak memutuskan untuk menjual produk di bawah harga yang telah disepakati oleh principal, stok kamera menumpuk karena kesalahan manajemen misalnya overstocking atau strategi pemasaran yang buruk yang tidak sesuai dengan T&C dengan principal. Jadi saya berpandangan akan tetap ada risiko dimana principal tidak mau memberikan Imbalan Proteksi Harga.

 

2. Laba Bersih DOSS Didapat Dari Pendapatan Lain-Lain

Jadi DOSS ini tidak hanya laba kotornya yang minus, imbalan proteksi harga yang membuat laba kotornya tampak positif, ternyata setelah dikurangi dengan SGA Expenses, laba operasional/usahanya juga masih minus. Laba bersih yang tampak positif itu berasal dari “Pendapatan Lain-Lain”. Coba lihat screenshot di bawah ini:

 

Apa saja komponen Pendapatan (Beban) Lain-Lain itu?



Ada 3 pendapatan lain-lain yang tergolong besar relatif terhadap laba DOSS yaitu Pendapatan Sewa, Marketing Support, Penghargaan dan Insentif. Ketiganya cenderung stabil meningkat setiap tahun.

  • Pendapatan Sewa berasal dari segmen persewaan kamera lengkap dengan lensa dan aksesorisnya serta sewa studio yang dimiliki DOSS.
  • Marketing Support bersumber dari vendor atau brand kamera/aksesoris yang memberikan dukungan pemasaran kepada DOSS untuk mendorong penjualan produk mereka.
  • Penghargaan Dan Insentif berasal dari bonus volume penjualan dari principal, reward atau rebate dari supplier jika DOSS mencapai tingkat penjualan tertentu serta mungkin juga berasal dari platform e-commerce atau marketplace yang dimiliki DOSS di Tokopedia, Shopee, Lazada, Blibli, atau Bukalapak (sebentar lagi tutup yang ini) dengan performa tinggi.


Jadi pos Pendapatan Lain-Lain ini menurut kami juga seharusnya diperhitungkan sebagai nature of the business-nya DOSS karena masih sangat berhubungan dan dalam satu mata rantai bisnis DOSS. Kecuali untuk yang 3 terbawah laba/rugi kurs, laba/rugi jual aset, dan “lain-lain”.


Selain itu dari meningkatnya 3 hal tersebut menunjukkan semakin bertumbunya bisnis DOSS dan semakin kuatnya bargaining power DOSS ke supplier-nya. Which is a good sign.

 

3.    Entitas Anak Belum Menghasilkan Laba

  • Laporan Laba Rugi GMD (52% dimiliki DOSS)


GMD sudah mencatatkan laba per Q1 2024 karena adanya kenaikan penjualan yang menunjukkan semakin sadarnya akan kebutuhan teknologi greenscreen dari production house yang menjadi konsumen DOSS.

 

  • Laporan Keuangan KII (51% dimiliki DOSS)

 

  • Laporan Keuangan DSS (99,9% dimiliki DOSS)


Berbeda dengan GMD yang sudah beroperasi sejak 2021, untuk 2 entitas anak lainnya (KII dan DSS) dikarenakan baru didirikan di akhir 2023 sepertinya masih membutuhkan waktu untuk membuktikan kinerjanya. Hal ini juga salah satu yang akan saya follow-up bersamaan dengan progress Ratu Plaza Mall.

 

4. Gudang DOSS Sewa Di Ruko Milik Owner-nya

Let’s see apakah harganya cengli atau tidak.


Ini penampakan Rukonya:


Transaksi seperti ini rawan digunakan untuk melarikan duit dari perusahaan publik ke kantong pribadi. Jadi saya coba cari di situs-situs jual beli property, normalnya berapa harga jual disana dan sewa. Ruko DOSS luas tanahnya sepertinya sekitar 235m²

Hasilnya saya menemukan beberapa ruko yang di lokasi sama dengan DOSS ini:

  • Ruko dijual Di Jl. Tebah Raya harga 12,4 miliar. Luas tanah 359m², luas bangunan 750m² unfurnished. Jika dibandingkan dengan harga sewa tahunan DOSS maka yield sewanya 4,35% per-tahun. Masih masuk akal.
  • Sebelah Selatan Jalan Tebah Pasar Mayestik, ada ruko disewakan di harga 700 juta pertahun, luas tanah 235m², luas bangunan 402m². Malah lebih mahal dari sewa DOSS ke owner.
  • Ruko dijual di Jl. Tebah III, harga 19M, luas tanah 235m², luas bangunan 402m². Yield sewa DOSS 2,8% jika dibandingkan dengan ruko ini.


What do you think? Silakan email kami apabila memiliki informasi lain terkait harga sewa pasaran ruko daerah ini.

 

5. ROA & ROE DOSS Konsisten Menurun

Saya rasa wajar karena baru IPO ekuitas dan total asetnya meningkat tajam menyebabkan ROA & ROE DOSS ini turun. Cabang-cabang baru yang dibuka masih belum menunjukkan kinerjanya. Kabar baiknya secara profitabilitas masih stabil dan financial leverage turun signifikan. Saya menunggu beberapa tahun kedepan, let’s see apakah ROA dan ROE ini tetap dapat stabil di 2 digit.

 

THE BEAR CASE

Setelah melakukan analisis kualitatif maupun kuantitatif dan dengan pemahaman yang telah didapatkan terhadap bisnis DOSS melalui serangkaian analisis di atas. Selanjutnya investor dapat melakukan inverted analysis dengan memikirkan hal-hal atau peristiwa apa saja yang mungkin saja terjadi di masa depan yang dapat membuat bisnis DOSS ini gagal total.


Kami memikirkan dan mempertimbangkan beberapa hal berikut:

  • Smartphone makin lama kameranya makin bagus, suatu saat orang sudah tidak memerlukan lagi kamera-kamera seperti sekarang ini karena semuanya sudah cukup menggunakan smartphone. Mungkinkah hal ini terjadi di masa depan? Entah berapa tahun lagi…
  • Ketergantungan DOSS yang kuat terhadap perusahaan-perusahaan luar pemegang merek. Mungkin saja di masa depan salah satu backbone penjualan DOSS seperti Godox atau Sony menunjuk distributor lain di Indonesia atau bahkan berhenti kerjasama dengan DOSS.
  • Risiko dari perubahan teknologi yang mungkin saja di masa depan kamera high-end tidak lagi terlalu dibutuhkan karena cukup dengan kamera entry level dengan bantuan teknologi baru sudah dapat menghasilkan foto yang kualitasnya setara kamera high-end.

 

DISCLAIMER: Arvest tidak memiliki posisi di DOSS, kami saat ini belum berani berinvestasi di DOSS dan memilih untuk wait & see setidaknya beberapa tahun lagi untuk melihat kinerja DOSS.

 

VALUATION

Untuk DOSS kami memilih menggunakan valuasi berdasarkan earnings-nya dibandingkan book value-nya dikarenakan tidak masuk akal/sulit untuk menilai perusahaan yang kebanyakan tokonya sewa dan inventory-nya merupakan barang-barang yang mengalami depresiasi yang signifikan menggunakan book value valuation. Jadi perusahaan seperti ini haruslah menguntungkan dan memiliki earnings yang baik untuk dapat dimasukkan sebagai portofolio investasi.

 

PRICE TO EARNING GROWTH (PEG)

Pertama saya menghitung adjusted EPS dengan membuang hal-hal yang tidak termasuk operasional utama perusahaan.


Saya membuang keuntungan (kerugian) selisih kurs, keuntungan penjualan aset tetap dan lain-lain. Sehingga P/E DOSS per artikel ini di publish tanggal 1 Februari 2023 menjadi seperti berikut:

Harga Saham = 170 rupiah/lembar saham

Adjusted EPS = 13,21 rupiah/lembar saham

P/E ratio = 12,87x


Menurut kalian berapa persen DOSS dapat bertumbuh earnings-nya di 1 tahun kedepan? Pak Tahir cukup agresif ngembangin DOSS nih. Apakah 15%? Ok, coba gunakan angka 15% untuk growth.


Dengan asumsi growth DOSS sekitar 15% maka PEG-nya ada di angka 1,17x sehingga nilai intrinsiknya ada di 200 rupiah/lembar saham. Kita tidak boleh membeli DOSS sesuai dengan nilai intrinsiknya namun harus memberikan margin of safety setidaknya 50% jadi DOSS ini baru bisa dikatakan undervalued jika kita bisa membelinya di harga maksimal buy 100 rupiah/lembar saham.


Kesimpulannya harga DOSS saat ini Overvalued!


Ada baiknya menunggu laporan keuangan full year DOSS yang sebentar lagi keluar untuk melihat kinerja 2024 yang sangat mungkin merubah valuasi ini. Saya juga menantikan untuk membaca annual report DOSS agar mendapatkan gambaran yang lebih detil tentang DOSS.

 

Thanks for reading…