Story Begins...
Sewaktu duduk di bangku SD, saya bersekolah di SD Gloria Surabaya dan pernah ada suatu moment di mana kita 1 kelas mengunjungi rumah salah satu teman kita yang juga anak seorang crazy rich Surabaya, ketika pertama kali menginjakkan kaki di rumahnya, saya terkagum-kagum melihat begitu besar pintu gerbangnya dan rumahnya yang begitu mewah. Ketika masuk ke kamar tidurnya, saya shock karena di dalam kamar tidurnya ada semacam mainan seluncuran dan rumah-rumahan mini yang terletak di sudut ruangan, saya pun membayangkan luas kamar tidur teman saya ini bisa-bisa hampir separuh luas rumah saya yang berukuran 100m2.
Pengalaman itu menancap di benak saya, namun ketika itu saya meresponsnya dengan negatif, “Mengapa orang tua saya tidak bisa memberikan kamar seperti ini kepada saya ?”, “Sungguh enak sekali bisa hidup di keluarga seperti ini !”, kalimat-kalimat negatif mulai bermunculan di kepala saya dan saya merasa marah kepada orang tua saya dan merasa dunia tidak adil.
Kalau saya ingat-ingat sekarang, kadang saya berfikir bagaimana bahayanya kesenjangan ekonomi yang terjadi antara kaum “The Have” dan kaum “Poor”, makanya terkadang banyak tindakan kriminal yang dilakukan oleh golongan kurang mampu selain karena tekanan ekonomi , juga bisa disebabkan karena kecemburuan sosial.
Semenjak kecil, saya selalu merasa kagum dengan orang-orang berduit yang punya gaya hidup mewah, ketika bertemu orang-orang seperti ini, perasaan pertama yang muncul adalah MINDER. Saya sangat tidak percaya diri dan menganggap diri saya “rendah” karena beda kelas. Dengan pola pikir dan image diri seperti ini, saya merasa susah bergaul dengan golongan orang-orang kaya ini sehingga sampai remaja pun, sifat minder ini masih melekat menjadi identitas diri. Pernah waktu duduk di bangku SMA pun, saya menyukai teman kelas saya, namun karena gap ekonomi yang jauh, dan saat itu saya ke mana-mana juga naik sepeda motor, akhirnya saya tidak berani mengutarakan perasaan saya. How stupid I am !
Ketika memasuki dunia kerja, terutama di bidang finansial, mau tidak mau lingkungan saya mulai pada circle orang-orang berduit. Saat inilah saya belajar banyak sekali pemahaman tentang cara pandang orang kaya terhadap uang , yang sangat jauh berbeda dengan yang diajarkan kepada saya sejak kecil. Kalau dulu di keluarga saya dididik untuk hemat, hemat, hemat, golongan orang “The Have” ini lebih berfokus pada besarkan aset, besarkan income, besarkan aset, besarkan income. Setelah saya renungkan, memang doktrinasi untuk selalu hidup hemat bisa menjadi cangkang yang memenjarakan diri kita untuk berani bermimpi besar (Saya hanya membahas 1 poor mindset ini saja karena ini based on true story saya pribadi ya).
Terkadang kalau dipikir-pikir, mengapa banyak orang kurang mampu yang susah merubah nasib ? Karena mereka sendiri memiliki “Poor Mindset” yang diturunkan turun menurun dari keluarganya (walaupun ada yang berhasil breakthrough ya dari Mindset ini).
Tidak ada salahnya dengan orang hemat, namun jika salah ditaksirkan untuk hidup hemat saja, maka prinsip ini bisa backstab terhadap kita sendiri meraih kesuksesan. Dengan income segini saja sudah cukup bisa memenuhi kebutuhan asalkan saya hidup hemat, kalimat ini mungkin terdengar bijak namun penuh dengan jebakan. Orang-orang kaya ini menganut prinsip untuk bagaimana semakin produktif setiap hari, membesarkan income dan pada akhirnya standard hidup mereka juga meningkat (walaupun banyak juga yang kebablasan ya lifestyle-nya).
Dengan bergaul dengan orang-orang seperti ini, prinsip hidup dan jati diri yang sudah terbentuk sejak kecil mulai berubah. Mungkin peribahasa yang mengatakan , kamu akan menjadi seperti 5 orang terdekatmu itu maksudnya seperti ini. Lingkungan sangat mempengaruhi pola pikir kita.
Walaupun demikian, saya juga menjumpai banyak sekali jenis-jenis orang kaya, ada yg networthnya sekitar 10M, ada yang networthnya mencapai puluhan M, ada yang networthnya ratusan M, bahkan ada yang aset perusahannya saja sudah mencapai Triliunan. Ternyata, ada benang merah juga dari orang-orang kaya ini berdasarkan networthnya, ketika saya bertemu orang dengan networth 1 – 20M, orang-orang ini biasanya punya penampilan perlente dan terkadang kuping saya sangat sensitif dengan bullshit story yang mereka ucapkan. Misalkan mereka cerita bahwa bisnisnya yang sukses ini dia rintis mulai dari 0, padahal kita dapat mengecek bahwa perusahaannya sudah berdiri sejak puluhan tahun lalu. Kebanyakan golongan ini ada di usia yang relatif muda (under 45 tahun).
Yang menarik, ketika saya bertemu dengan orang-orang UHNW (Ultra High Net Worth) alias orang-orang super kaya, mereka ini malah KEBANYAKAN berpenampilan biasa-biasa saja. Ada susuk-susuk yang penampilannya nggelembosi pakai kaos dan celana pendek, ada yang mobilnya “hanya” Innova lama, bahkan ada seorang susuk dari Jakarta yang dia cerita kesuksesannya didapat dari “menghamba” ke “angkatan-angkatan” pada masa mudanya, sekarang kalau pergi ke mana-mana sukanya jalan kaki dan naik ojek !! Mereka pada umumnya tidak terlalu perduli dengan penampilan dan apa kata orang, karena bagi mereka bagaimana cara pandang kita terhadap diri kita sendirilah yang paling penting.
Saya pun teringat dengan Warren Buffet, di mana sejatinya dengan kekayaan yang ga habis sampai 7 turunan, WB tidak pernah sekalipun flexing bahkan memiliki gaya hidup yang “normal” alias tidak hura-hura. Mungkin ada yang berfikir bahwa hidup sederhana seperti WB ini adalah kesalahan karena tidak bisa menikmati kekayaannya, namun jangan lupa bahwa kebahagiaan orang itu masing-masing dan mungkin gaya hidup mewah sendiri tidak memberikan kebahagiaan terhadap WB. Saya yakin, orang selevel WB, ketika mengeluarkan uang seberapa kecil pun pasti ia berfikir HARUS ADA KEGUNAAN / VALUENYA, makanya dia bisa menjadi investor terbaik di dunia.
Berapa banyak orang yang tidak bisa disiplin di mana ketika ia pada awalnya hidup sederhana, kemudian ketika usahanya sukses kemudian terlena , hidup hedon hingga akhirnya jatuh miskin lagi ? WB adalah bukti seorang investor yang sangat disiplin dan benar-benar memiliki mindset seorang investor (Hati-hati ya kalau ada orang yang ngaku-ngaku investor tapi buang-buang duit untuk hal yang kurang ada valuenya, contohnya : mobil sport , branded outlook, bisa-bisa ujungnya jualan kelas cara jadi kaya).
Pengalaman pribadi ini saya angkat karena saya yakin, banyak sekali orang-orang yang tidak terlahir dari keluarga kaya raya yang mungkin masih terdoktrinasi dengan “Poor Mindset” sejak kecil. Saya sangat respect terhadap orang-orang dari golongan biasa yang berhasil melompat menjadi golongan orang kaya. Saya juga sangat respect untuk orang-orang yang sejak lahir memiliki priviledge sebagai anak orang kaya, namun berhasil mengembangkan usaha keluarganya ataupun memilih untuk berbisnis di luar bisnis keluarganya dan juga sukses. Tidak ada salahnya memanfaatkan priviledge yang dimiliki.
Hingga saat ini, saya sangat senang jika bisa bergaul , bertukar pikiran dan terlebih lagi belajar dari orang-orang yang memiliki kesuksesan di bidangnya masing-masing. Bagi saya pribadi, belajar harus dilakukan setiap hari, belajar kepada siapapun yang memiliki ilmu dan jangan sampai menganggap diri kita sudah tahu segalanya, Be Humble , Be Phenomenal Everyday !