Suatu ketika saya sedang nongkrong di rumah salah seorang kawan bernama Albert, Ia bertanya, berapa imbal hasil yang bisa didapatkan kalau saja Ia mempercayakan uangnya untuk saya kelola di pasar saham. Saya menjawab, “dalam jangka panjang sekitar 15-20% per tahunnya.” Tak disangka teman saya itu memiliki ekspektasi luar biasa, “Lho, apa ga bisa 100% per tahun?” Wow…
Sebenarnya tidak ada yang salah dalam berekspektasi, hanya saja kalau ekspektasinya tidak masuk akal, itu malah jadi beban tersendiri apalagi kalau kita benar-benar terobsesi untuk merealisasikannya. Di sebuah grup Whatsapp saham salah satu sekuritas ternama di Surabaya yang membernya berisi lebih dari 400 orang, juga ekspektasinya luar biasa. Mereka berharap setelah beli saham harus langsung naik harganya, tidak boleh turun.
Saya juga telah bertemu dan berbincang dengan banyak orang yang membuat saya berpikir tentang ekspektasi yang wajar terkait dengan imbal hasil riil jangka panjang bagi investor, serta tantangan dalam merencanakan pengelolaan investasi yang baik untuk generasi mendatang. Ada sebuah buku menarik dalam hal ini, judulnya adalah “Gold and Iron: Bismarck, Bleichroder, and the Building of the German Empire” karya Fritz Stern. Buku ini membahas tentang kekuasaan, uang, imbal hasil riil, dan bagaimana melindungi generasi mendatang dari diri mereka sendiri.
TANAH HUTAN UNTUK WARISAN
Di balik kisah penyatuan Kekaisaran Jerman pada abad ke-19, ada sebuah kisah yang jarang diceritakan tentang Gerson Bleichroder seorang Yahudi Jerman yang menjadi manajer investasi dibalik seorang Kanselir kaya raya bernama Otto Von Bismarck. Ia seorang investor brilian yang hidup dalam dunia yang penuh dengan penganiayaan, kesedihan pribadi, namun juga keberhasilan finansial yang luar biasa.
Otto Von Bismarck, simbol tokoh Prusia lama-aristokrat, agraris, dan hierarkis-sangat berambisi untuk menyatukan Jerman dalam satu kekaisaran. Dan di balik ambisi politik itu, berdirilah Bleichroder sebagai “Occult Instrument” bagi Bismarck, itu adalah gelar yang merupakan penghormatan tertinggi bagi penasihat investasi Yahudi dalam dunia aristokrat Jerman pada waktu itu.
Sejak 1898, hubungan keduanya berkembang menjadi aliasnsi strategis yang unik. Selama tiga dekade, Bleichroder menjadi penerjemah pasar keuangan bagi sang kanselir. Lewat kombinasi pengaruh politik dan kecerdasan investasi, mereka mampu meraih kekayaan besar yang seringkali memanfaafkan informasi rahasia. Untungnya pada masa itu belum ada SEC (semacam OJK di Indonesia) yang mengawasi pasar keuangan.
Contohnya, di salah satu momen penting, 70% portofolio Bismarck diinvestasikan di saham Rusia, hal ini terjadi karena sang manajer investasi tahu bahwa kebijakan politik yang akan diambil Bismarck akan mendongkrak nilai saham-saham kereta api Rusia. Strategi klasik beli-rendah lalu dorong harga lewat kebijakan publik, ini bukan lagi sekedar insider trading tapi adalah sinergi antara kekuasaan dan kecerdasan finansial. Kadang-kadang mereka juga membeli saham yang dihargai murah namun perusahaannya sebenarnya bagus, lalu Bismarck akan mengambil tindakan yang membuat harga saham tersebut naik.
Meski sukses secara materi, kehidupan pribadi mereka penuh penderitaan. Bleichroder dikenal gemar menggelar jamuan mewah di rumahnya yang megah demi pengakuan sosial masyarakat Berlin, namun seringkali ditertawakan oleh tamu-tamunya karena seleranya yang norak. Istrinya, seorang yang pendiam namun pemarah, seringkali duduk sendirian di sudut rumah bertaburkan perhiasan sementara hubungan percintaannya dihantui oleh tuntutan hukum dan pemerasan.
Sementara itu, Bismarck, bekerja keras untuk membangun citra luar biasa dan kesan bahwa dirinya mahakuasa. Ia adalah Kanselir Besi yang menciptakan kekaisaran industri dan politik Jerman yang baru. Ia juga memiliki kepribadian yang kompleks: serakah, arogan, dan hipokondria (mengalami gangguan kecemasan yang menyebabkan seseorang khawatir berlebihan terhadap kesehatannya). Ia sering mengalami kelelahan mental dan mudah tersinggung. Obsesi utamanya, selain menguasai Jerman, adalah menghasilkan uang di pasar saham agar bisa membeli lebih banyak tanah hutan. Ia memperlakukan semua orang di sekitarnya dengan buruk.
Keduanya memiliki “sixth sense” yang jarang dimiliki orang lain yaitu kemampuan untuk membaca masa depan dari apa yang terjadi hari ini. Sebuah inti dari investasi jangka panjang yang sukses.
Bleichroder memanfaatkan wawasan yang diberikan Bismarck untuk membuat dirinya dan patronnya sangat kaya. Ia mengatakan kepada kliennya bahwa ia akan berusaha mendapatkan imbal hasil riil (setelah inflasi) sebesar 4% per tahun dalam jangka panjang, yang berarti bahwa daya beli kekayaan mereka akan berlipat ganda setiap 17 atau 18 tahun. Namun, ia juga memiliki apa yang Bismarck sebut sebagai "ketakutan tertentu dalam berinvestasi." Ketakutannya membuatnya terhindar dari euforia pasar saham pada 1870-an yang kemudian menghancurkan banyak bankir Jerman. Dengan kata lain, ia menjadi kaya karena bertahan. Portofolio investasi Bismarck dengan Bleichroder tumbuh sekitar 10% per tahun selama 25 tahun, sementara inflasi rata-rata kurang dari satu persen. Bismarck sangat puas dengan hasil ini, tetapi selalu menarik keuntungannya untuk diinvestasikan kembali ke tanah dan hutan. Ia yakin bahwa investasi dalam saham adalah cara cepat untuk menjadi lebih kaya, tetapi penyimpan kekayaan sejati adalah tanah tempat pohon bisa tumbuh. Ya, di tahun mereka hidup imbal hasil 4% itu sudah sangat luar biasa karena inflasinya nyaris nol, jadi 4% di masa itu benar-benar menumbuhkan daya beli bukan sekedar angka nominal. Pasar saham waktu itu juga masih sangat muda, tidak likuid dan penuh manipulasi. Jadi return 4% rill tanpa leverage pada masa itu sangat bagus jika didapat secara konsisten dan aman.
Sang Kanselir Jerman memiliki obsesinya sendiri yaitu TANAH HUTAN. Teorinya adalah bahwa harga tanah akan naik seiring dengan pertumbuhan populasi, sekitar dua persen per tahun. Studinya menunjukkan bahwa hutan Jerman tumbuh 2,75% per tahun, sehingga imbal hasil riilnya dari tanah hutan akan sekitar 4,75% per tahun, karena inflasi saat itu hampir nol. Jika terjadi inflasi, ia yakin bahwa harga kayu dan tanah hutan akan naik sejalan dengan inflasi. Ia menganggap ini sebagai cara spektakuler untuk menggandakan kekayaan dengan risiko yang sangat kecil. Ternyata, Bismarck benar. Selama setengah abad berikutnya di Jerman—melewati perang, inflasi, penyerahan diri, dan depresi—tanah hutan mempertahankan nilai jauh lebih baik dibandingkan asset class yang lain.
Ada satu kekhawatiran besar Bismarck: bahwa keturunannya tidak akan bisa secerdas dirinya dalam mengelola investasi. Ia pesimis mereka akan menemukan “Bleichroder kedua.” Maka ia memilih investasi yang tidak butuh kejeniusan yaitu tanah yang menhasilkan kayu secara berkelanjutan. Satu-satunya yang dibutuhkan hanyalah kesabaran dan pemeliharaan.
Menurutnya tanah dan kayu tidak memerlukan keahlian investasi khusus dari keturunannya. Yang perlu mereka lakukan hanyalah mempertahankan kepemilikan hutan tersebut selamanya dan mengumpulkan pendapatan dari panen kayu yang terkendali. Selain itu, saat hujan turun, mereka bisa bersukacita karena pohon-pohon mereka mendapat nutrisi seiring dengan kekayaannya juga bertumbuh.
EKSPEKTASI BERLEBIHAN INVESTOR
Saat membaca tentang ekspektasi imbal hasil investor Jerman yang sederhana namun realistis, saya teringat pada orang-orang yang berada di pasar saham saat ini yang memiliki ekspektasi sangat tinggi dan pasti akan mengalami kekecewaan.
Ada sebuah cerita tentang Winston Churchill dan ekspektasi berlebihan:
Pada tahun 1930-an, saat berada di luar pemerintahan dan mengalami kesulitan keuangan, Churchill mengajar kursus sosiologi manusia di Cambridge. Suatu sore, saat berdiri di mimbar kelas yang besar, ia bertanya dengan tegas, “Bagian tubuh manusia mana yang dapat mengembang hingga 12 kali ukuran normalnya ketika mendapat rangsangan eksternal?”
Seisi kelas terkejut dan terdiam. Churchill, yang jelas menikmati momen tersebut, menunjuk seorang wanita muda di baris kesepuluh. "Apa jawabannya?" tanyanya.
Wanita itu memerah dan menjawab, "Jelas itu adalah organ seksual pria."
"Salah!" kata Churchill. "Siapa yang tahu jawaban yang benar?"
Seorang wanita lain mengangkat tangan. "Jawaban yang benar adalah pupil mata manusia, yang mengembang hingga 12 kali ukuran normalnya ketika terkena kegelapan."
"BENAR!" seru Churchill, lalu ia kembali menatap wanita pertama yang malang itu. “Nak, saya punya tiga hal untuk dikatakan kepada Anda. Pertama, Anda tidak mengerjakan tugas. Kedua, Anda punya pikiran kotor. Dan ketiga, Anda akan menjalani hidup dengan ekspektasi yang berlebihan.”
Demikian pula, investor saham di Indonesia atau dimanapun ada pasar saham, mereka juga ditakdirkan untuk hidup dengan ekspektasi berlebihan. Mereka memiliki berbagai macam ekspektasi yang tidak realistis, ingin keuntungan cepat ratusan persen dalam hitungan bulan atau minggu, ingin pasar saham naik terus tidak pernah turun, atau bahkan ingin imbal hasil konsisten setiap bulan. Saya seringkali ditanya oleh teman-teman “kalau masuk saham, sebulan bisa berapa persen?”.
Ada banyak wisdom dalam teori sederhana ini. Saat ini, ketika seseorang mewariskan aset keuangan kepada anak-anaknya yang bukan profesional di bidang investasi, bagaimana mereka akan mengelolanya? Bahkan saham dengan pertumbuhan terbaik pun pada akhirnya akan menua dan mati. Tidak ada fund yang pernah dirancang yang mampu mengatur kebijakan investasi secara efektif selama lebih dari satu generasi.
Sebagian besar broker saham tidak dapat diandalkan, perusahaan fund besar dipenuhi orang-orang yang biasa-biasa saja, dan bahkan perusahaan investasi yang paling dinamis dan hebat pun kemungkinan besar tidak akan bertahan lebih lama dari pendirinya.
Dengan mempertimbangkan semua ini, mewariskan hutan kepada keturunan dengan syarat mereka tidak boleh menjualnya terdengar masuk akal. Namun, fund yang hanya berisi satu jenis aset bisa berisiko. Meskipun tanah hutan tampaknya tidak memiliki risiko yang sama, namun saat ini sulit untuk mengelola uang dalam jumlah besar di aset ini karena properti yang tersedia untuk dibeli sangat terbatas. Dimana kita bisa mencari tanah hutan untuk dibeli seperti yang dilakukan Bismarck saat ini? Kalaupun kita menemukan, regulasi dan pajak untuk kepemilikan tanah dan hutan juga tidak memungkinkan untuk bisa menikmati imbal hasil seperti Bismarck. Saat ini semuanya sudah di regulasi dan ada pajak tahunan oleh pemerintah tidak seperti zaman Bismarck.
Oleh karena itu sebaiknya financial literacy khususnya investment literacy sudah sewajarnya mulai ditanamkan ke generasi berikutnya sejak dini. Supaya di masa depan mereka dapat mengelola investasi baik miliknya sendiri atau keluarganya dengan lebih bijak.
Thanks for reading…