Price’s Growth Stock Philosophy & Strategy


Sejarah Singkat Thomas Rowe Price, Jr


Thomas Rowe Price, Jr. lahir di Glyndon, Maryland, Amerika Serikat 16 Maret 1898 dan meninggal dunia pada 20 Oktober 1983. Ia adalah seorang investor yang amat sukses pada zamannya dan terkenal dengan julukan “The Father of Growth Investing”. Latar belakang pendidikannya adalah sarjana kimia dari Swarthmore College, namun setelah bekerja sebentar pada perusahaan kimia DuPont, ia menyadari passionnya ada pada pasar saham. Oleh karena itu, ia memutuskan untuk bergabung pada Mackubin Goodrich Brokerage di Baltimore yang sekarang dikenal dengan nama Legg Mason. Price berusaha sangat keras agar dia bisa menduduki jabatan Chief Investment Officer (CIO) dan dalam perjalanan karirnya dia juga mengembangkan ide orisinalnya mengenai Growth Stocks. Pada tahun 1930, Price berhasil menduduki posisi CIO, namun karena perselisihan terus menerus terkait komisi dengan para eksekutif di kantornya, Price memilih untuk mengundurkan diri lalu kemudian mendirikan perusahaan investasinya sendiri.


Pada tahun 1937, Price mendirikan perusahaan investasi dengan nama T. Rowe Price and Associates yang berkantor pusat di Baltimore, Maryland. Price sangat terkenal dengan imbal hasil investasi jangka panjangnya yang luar biasa. Jika kamu menginvestasikan $1.000 pada tahun 1934 mengikuti saham rekomendasi Price (dengan dividen diinvestasikan kembali) maka uangmu akan tumbuh menjadi $271.201 pada akhir tahun 1972, sebagai benchmark apabila $1.000 pada waktu itu diinvestasikan ke pasar saham secara keseluruhan “hanya” tumbuh menjadi $66.000. CAGR Growth Strategy dari Price selama 38 tahun sebesar 15.89%. Beberapa saham yang memberikan pertumbuhan dahsyat dari Portofolio Price adalah DuPont, Black & Decker, 3M, Scott Paper, Merck & Co., IBM dan Pfizer. Saham-saham tersebut memberikan pertumbuhan sebesar 3600% dari tahun 1930-1940.


Price percaya sebagai investor kita dapat memperoleh imbal hasil yang superior apabila kita membeli saham perusahaan yang dikelola dengan baik dan dapat menghasilkan profit dan/atau dividen yang bertumbuh lebih tinggi daripada inflasi. Untuk meminimalisir resiko, Price menyarankan untuk melakukan riset mendalam ke perusahaan dan diversifikasi secukupnya.



The Life-Cycle Approach to Investing

Price mulai mengembangkan ide-ide investasinya pada tahun 1930-an. Selama 45 tahun karirnya, ide-ide tersebut tidak banyak berubah. 

Ide dasar The Life-Cycle Theory yang dikembangkan oleh Price menitikberatkan 3 fase hidup perusahaan yaitu:


Growth Phase

Pada fase ini perusahaan mengalami pertumbuhan pendapatan yang tinggi dan dapat menghasilkan profit yang baik, bahkan mengalami peningkatan profitabilitas. Beberapa penyebab perusahaan dapat memasuki growth phase yaitu produk/jasanya berhasil memenangkan persaingan dan menjadi market leader, produk/jasanya menginterupsi perilaku konsumen, dll. Sebagai contoh di Indonesia PT. Hanjaya Mandala Sampoerna, Tbk (HMSP) pada tahun 1989-2000 di bawah kepemimpinan Putera Sampoerna memasuki fase hyper-growth karena kesuksesan rokok LTLN (Low Tar Low Nicotine) A Mild, Dji Sam Soe, Sampoerna Hijau pada saat itu dan juga memiliki value chain yang sangat baik dari hulu-hilir.


Maturity Phase 

Pada fase ini biasanya ukuran perusahaan sudah amat besar dan ruang bertumbuhnya sudah sangat terbatas, produk/jasanya sudah saturated. Perusahaan sudah sulit untuk mencetak double digit growth. Contoh perusahaan jenis ini yang paling cocok menurut saya adalah The Coca Cola Company (KO), kalau di Indonesia PT. Unilever Indonesia, Tbk (UNVR).


Declining Phase

Perusahaan mengalami penurunan pendapatan, bisa karena produk/jasanya sudah mulai ketinggalan zaman, adanya kompetitor baru yang produknya menginterupsi, perubahan perilaku konsumen, atau bisa juga karena manajemen baru yang tidak kompeten. Contoh: tutupnya seluruh hypermarket Giant di Indonesia karena adanya perubahan perilaku konsumen yang lebih memilih berbelanja di supermarket atau pasar swalayan dengan skala lebih kecil namun dekat dengan pemukiman atau menurunnya pendapatan perusahaan taksi karena adanya kompetitor baru yang mendristupsi.


Hal lain yang diperhatikan Price dalam menganalisis perusahaan

Selain 3 fase hidup perusahaan di atas, Price memperhitungkan juga hal-hal berikut:

Business Environment

Terkait hal ini Price mengatakan:

“It is easy to grow in a fertile field, wheter a seed of corn or a company. Just as weeds will impede the growth of corn, so will competition impede a company. No matter how good the farmer and how hard he works, his output and his profits are limited if the soil is thin and rocky.” ~ Thomas Rowe Price, Jr.


Perhatikan kompetisi yang ada dalam sektor perusahaan sebelum kita berinvestasi. Sebisa mungkin hindari berinvestasi di perusahaan yang bergerak dalam High Competitive Area. Analogi yang tepat adalah cerita The California Gold Rush (1848-1855):

 

The California Gold Rush

Peristiwa ini terjadi pada tahun 1848 setelah tambang emas ditemukan di sungai sebelah Pabrik Penggergajian Kayu milik Sutter dan mencapai puncaknya pada sekitar tahun 1852. Kira-kira ada lebih dari 300.000 orang yang datang ke wilayah tersebut untuk menjadi penambang emas dan berlomba-lomba untuk mendapatkan emas paling banyak.


John Sutter memiliki pabrik penggergajian kayu dengan tenaga air yang dibangun di sepanjang sungai Coloma, California, Amerika Serikat. Pada tanggal 24 Januari 1848, salah satu tukang kayunya yang bernama James W. Marshall menemukan serpihan-serpihan emas di dasar sungai. Sutter dan Marshal setuju untuk menjadi partner dalam menambang emas dan berjanji untuk saling merahasiakan penemuan tersebut. Namun mereka salah, karena ternyata tidak hanya mereka yang mengetahui hal tersebut. Ada seorang bernama Samuel Brannan juga mengetahui mengenai keberadaan tambang emas itu dan menyebarkan beritanya sehingga peristiwa Gold Rush pun dimulai.


Pada bulan Agustus 1848, ada kira-kira 4.000 penambang emas di daerah itu dan dalam setahun jumlah itu melonjak menjadi 80.000 orang. Pada tahun 1855 diperkirakan ada sekitar 300.000 orang yang masih mengadu nasib dengan menambang emas disana. Selama peristiwa ini berlangsung, kurang lebih $2 miliar emas telah ditambang, namun hanya sedikit dari para penambang emas yang menjadi kaya. Hal ini disebabkan karena saking banyaknya orang yang berbondong-bondong datang untuk menambang emas di tempat yang sama, sehingga pekerjaan tersebut menjadi sangat kompetitif dan kurang menguntungkan. 


Dari peristiwa itu setidaknya ada 3 orang yang mendapatkan kekayaan besar, namun lucunya mereka tidak mendapatkannya dari menambang emas. Berikut kisah dari ketiga orang itu:


  • Levi Strauss 

Levi Strauss, seorang imigran dari Bavaria, melihat peluang bisnis yang menjanjikan dari peristiwa Gold Rush ini. Sebenarnya ia datang ke California pada tahun 1953, bisa dibilang sudah terlambat karena pada saat itu Gold Rush sudah mencapai puncaknya. Namun, Ia melihat peluang lain, para penambang emas di sana sangat membutuhkan celana yang sangat kuat agar tidak mudah sobek ketika menambang. Awalnya ia menjual celana dari kain cokelat tebal. Lalu kemudian ia mengubah bahannya dan lahirlah celana blue jeans yang sangat terkenal hingga saat ini. Levi Strauss terus menjual celana jeans biru itu kepada para penambang bahkan Ia melakukan inovasi terhadap produknya menjadi Overall Pinggang (Pionir dalam produk ini) hingga peristiwa gold rush ini berakhir. Pada 1873 berdirilah perusahaan Levi Strauss & Company dengan merek dagang Levi’s yang terkenal hingga sekarang. Peristiwa California Gold rush ini mengubah nasib Levi Strauss selamanya.


  • Leland Stanford

Leland Stanford menghasilkan kekayaan dari peristiwa gold rush ini dengan mendirikan toko yang menjual groceries yang dibutuhkan para penambang. Lalu Ia menginvestasikan kekayaan yang Ia dapatkan dari berjualan itu ke Central Pacific Railroad. Investasinya ini berdampak mempercepat perkembangan California menjadi kota maju. Leland Stanford dan istrinya pada tahun 1885 mendirikan University of Stanford.


  • Samuel Brannan

Samuel Brannan, orang yang kesehariannya membuka toko kelontong untuk memasok kebutuhan para pekerja di Pabrik Sutter juga mendulang kekayaan dari berjualan bermacam-macam kebutuhan para penambang emas (cangkul, sekop, panci dll). Pada awal Sam Branann mengetahui adanya tambang emas, dengan sekuat tenaga Ia membeli seluruh sarung tangan, cangkul, sekop dan panci dari daerah sekitarnya dengan harga 15 sen, lalu ia berlari di sepanjang jalan di San Fransisco dengan berteriak “Gold, Gold... on the American River!!!”. Di kemudian hari ketika para penambang sudah berbondong-bondong datang, Ia menjual cangkul, sekop dan pancinya dengan harga $20. Dalam 9 minggu ia sudah mengumpulkan kekayaan sejumlah $36.000 (jumlah yang besar pada masanya). Toko kelontongnya pun berekspansi di sepanjang pesisir sungai untuk menjual kebutuhan-kebutuhan pertambangan. Sam Brannan kemudian menginvestasikan kekayaannya dari hasil berjualan itu ke real estate dan berhasil. 


Boots-on-the-ground research

Price juga percaya pada boots on the ground research sebagai salah satu hal yang utama. Dalam perusahaannya Price menerapkan aturan bahwa para analis harus bertemu dengan manajemen perusahaan sebelum memutuskan untuk berinvestasi dan setidaknya minimal sekali setiap tahun sesudahnya.



Return On Invested Capital (ROIC)

Price menentukan setidaknya perusahaan tempat Ia berinvestasi minimal memiliki ROIC 10%. Ada beberapa formula yang dapat digunakan untuk menghitung ROIC, namun yang paling umum adalah:

ROIC = NOPAT / Invested Capital


Keterangan:

NOPAT (Net Operating Income After Taxes)

NOPAT = Operating Income x (1-Tax Rate)

Invested Capital = Equity + Debt


Kapan Price membeli dan menjual saham?

Price membeli saham perusahaan pada saat Growth Phase dan menjualnya apabila sudah tidak lagi bertumbuh. (Price memiliki definisinya sendiri tentang perusahaan yang tidak bertumbuh). Ia percaya resiko berinvestasi akan semakin meningkat apabila perusahaan mencapai Maturity Phase. Perusahaan asuransi dapat menjadi analogi dari teori Price, Martin berusia 20 tahun dan Denny berusia 60 tahun, jika keduanya membeli asuransi yang sama maka premi siapakah yang lebih mahal? Ya, premi Denny pasti jauh lebih mahal karena seiring bertambahnya usia maka resiko sakit juga akan meningkat.


Common sense dictates that investment in a business offers more gain and less risk while the earnings are growing strongly than when they reach maturity and decline.” ~ Thomas Rowe Price, Jr.