Pernahkan Anda membayangkan betapa baiknya hasil investasi Anda jika Anda membeli saham BBCA sejak awal dan tetap memegangnya meskipun ada penurunan harga? Namun, jika setiap kali harga saham tersebut turun 5%, 10%, 15%, dan 20%, Anda menggunakan angka-angka tersebut sebagai titik untuk melakukan stop-loss dan menjualnya, Anda akan kehilangan potensi keuntungan yang besar. Stop-loss adalah strategi di mana Anda menjual saham secara otomatis ketika harga turun ke persentase tertentu yang Anda kehendaki, misalnya 10% atau 15% dengan tujuan melindungi diri dari kerugian yang lebih besar. Di satu sisi, strategi ini mungkin tampak efektif, namun di sisi lain, ada kelemahan yang signifikan.
Stop-loss sebenarnya MENCIPTAKAN kerugian, bukan hanya mencegahnya. Ini sering kali menghentikan potensi keuntungan jangka panjang. Saya akan menjelaskan bagaimana dan mengapa hal itu bisa terjadi. Pada dasarnya, stop-loss adalah suatu mekanisme yang didasarkan pada angka yang acak sesuai keinginan setiap individu, misalnya “Saya akan menjual jika harga turun 15%” dan disiplin terhadap plan tersebut dipercaya menjadi kunci kesuksesan berinvestasi saham. Namun, kita memiliki sejarah panjang harga saham, dan dengan bantuan internet dan komputer Anda dapat mengeceknya. Faktanya, sudah terbukti bahwa pergerakan harga tertentu tidak memberi tahu kita apapun tentang pergerakan harga di masa depan. Baik saham naik, turun, atau sideways, pergerakan tersebut tidak memprediksi apa yang akan terjadi selanjutnya. Jika Anda percaya bahwa pasar saham memiliki pattern/pola, saya tegaskan lagi TIDAK ADA PATTERN/POLA dalam pasar saham!!! Yang Anda baca adalah psikologi pasar yang jika Anda zoom-in lagi adalah jutaan warga pasar saham dengan segala kepentingan dan kegilaannya. Jangan terjebak dalam Chartist Illusion. Apakah Anda tetap berusaha membacanya?
Sebelum saya menjelaskan lebih lanjut mengapa stop-loss itu buruk, mari kita lihat faktanya. Setiap kali Anda melakukan transaksi dengan hasil yang random/acak tidak peduli Anda sedang profit atau loss, yang akan terjadi adalah Anda PASTI kehilangan sejumlah uang karena adanya biaya transaksi (pajak dan broker fee). Anda mungkin saja berpikir, “Ya, tapi biaya broker dan pajak di Indonesia ini tidak besar, cuma 0,15%/0,25%”. Itu benar, tetapi ada faktor lain yang lebih besar, yaitu selisih antara harga beli dan harga jual (bid-ask spread). Jika Anda terus melakukan stop-loss, Anda akan menghadapi masalah ini: Setelah Anda menjual saham dan mendapatkan hasil yang random/acak, kecuali Anda menggantinya dengan sesuatu yang lebih baik, Anda tetap akan kehilangan uang. Sebab transaksi tersebut memiliki biaya yang melekat. Semakin sering Anda melakukan buy/sell jika biaya total transaksinya 0,4%, maka dalam 250 kali siklus buy/sell sebenarnya Anda sudah kehilangan 100% modal saham Anda.
Mari kita ambil contoh umum: banyak investor menetapkan stop-loss pada 20%. Tujuannya adalah melindungi dari penurunan yang lebih besar. Jika Anda menjual saat pasar turun 20%, Anda mungkin berpikir bahwa Anda melindungi diri dari kerugian yang lebih besar. Namun, pasar biasanya pulih setelah koreksi sebesar 10-20% dan seringkali dalam waktu beberapa minggu saja. Kecuali Anda adalah trader yang amat sangat hebat, Anda akan membeli kembali saham tersebut dengan harga yang lebih tinggi. Artinya, Anda justru merugikan diri sendiri dengan membeli pada harga yang lebih tinggi setelah menjual pada harga yang lebih rendah. Jika Anda memutuskan untuk sementara waktu tetap berada di luar pasar saham, maka Anda kehilangan kesempatan untuk menikmati pemulihan pasar.
Pertanyaan utama dalam penggunaan stop-loss selalu adalah: Kapan Anda akan membeli kembali? Dan apa yang akan Anda beli kembali? Jika Anda cukup hebat dalam timing the market, Anda tidak membutuhkan stop-loss sama sekali. Tetapi kenyataannya, tidak ada orang yang mampu menentukan waktu yang tepat secara konsisten.
Jika Anda membeli saham X dan harga turun sesuai dengan level stop-loss yang Anda tetapkan, misalnya 10%, apa yang akan Anda lakukan setelah itu? Apakah Anda akan membeli kembali saham tersebut nanti dengan harga yang lebih tinggi? Bagaimana Anda tahu kapan waktunya? Jika Anda menggantinya dengan saham lain, bagaimana Anda bisa yakin saham baru tersebut tidak akan jatuh lagi harganya?
Sebagai contoh lain, bayangkan Anda membeli saham di harga 1.000 rupiah, kemudian harganya turun 10%. Anda menetapkan stop-loss di 10%, jadi Anda akan menjualnya di harga 900 rupiah. Apakah Anda akan menjual saham tersebut jika misalnya Anda memilikinya dari harga 800 rupiah kemudian naik ke 1.000 rupiah dan kemudian turun ke 900 rupiah? Jika Anda terus melakukan ini, Anda akan kehilangan banyak peluang keuntungan di jangka panjang. Opportunity cost-nya tidak terhitung.
Pikirkan contoh seperti 4 big banks (BBCA, BBRI, BMRI, BBNI), Jika Anda menjual saham mereka setiap kali terjadi penurunan 10%, 15%, atau 20%, Anda akan kehilangan banyak potensi keuntungan. Hal yang sama berlaku untuk pasar saham secara keseluruhan. Saya baru membicarakan terhadap harga saham saja, belum terhadap potensi pendapatan dari dividen yang juga umumnya akan bertumbuh dalam jangka panjang apabila perusahaanya adalah perusahaan growth berkualitas baik.
Intinya adalah stop-loss mungkin tampak memberikan perlindungan, tetapi lebih sering menyebabkan kerugian nyata. Pasar saham cenderung naik dalam jangka panjang, jadi dengan menerapkan stop-loss, Anda bisa kehilangan keuntungan yang seharusnya Anda dapatkan. Biaya transaksi dan opportunity cost yang hilang lebih merugikan Anda daripada manfaat perlindungan jangka pendek yang Anda pikir dapat Anda dapatkan dari stop-loss.
Jadi kesimpulannya, meskipun stop-loss dapat membuat Anda merasa lebih aman di saat pasar turun, kenyataannya, strategi ini justru bisa membuat Anda kehilangan uang dalam jangka panjang.
Thanks for reading...