Pertama-tama saya akan sedikit membahas tentang makroekonomi. Makroekonomi adalah salah satu cabang ilmu ekonomi yang mempelajari perilaku, struktur, dan kinerja perekonomian secara keseluruhan, termasuk perubahan-perubahan yang memengaruhi masyarakat, perusahaan dan pasar secara global. Jadi makroekonomi merupakan sistem yang sangat kompleks dan tidak dapat diprediksi, itulah sebabnya di dalam bidang yang satu ini saya setuju dengan gagasan Nassim Nicholas Taleb bahwa sebenarnya tidak ada yang disebut sebagai “pakar/ahli” dalam hal forecasting makro ekonomi. So-called pundits yang suka menebak-nebak arah masa depan, mungkin saja tingkat akurasi tebakannya tidak berbeda jauh dengan orang awam.


Saya ambil contoh salah satu kondisi makroekonomi tentang inflasi, bagaimana inflasi dalam 10-20 tahun kedepan? Tidak ada yang bisa menebak akurat.


Inflasi jangka panjang adalah suatu kemungkinan, bukan kepastian. Coba lakukan analisis dari beberapa fakta berikut:

  1. Jepang sebagai negara maju memiliki rasio utang terhadap gross domestic product (GDP) tertinggi di dunia yaitu sekitar 255% (US sekitar 122% dan Indonesia sekitar 39%).
  2. Populasi Jepang konsisten menyusut sehingga tingkat utang per kapitanya meningkat jauh lebih cepat daripada level nominal utang itu sendiri secara absolut.


Dari 2 fakta di atas, bagaimana pendapat Anda? Apakah Anda memperkirakan Jepang akan mengalami inflasi tinggi? Seolah-olah Jepang ini seperti kita sedang berjalan dipinggir jurang yang siap jatuh kapan saja ketika salah melangkah? Awalnya saya berpikiran begitu. Ternyata saya salah, ada fakta ketiga yaitu suku bunga Jepang ternyata jauh lebih rendah daripada negara-negara lain di dunia yaitu hanya sebesar 0,25% saja (US sekitar 5% dan Indonesia sekitar 6%). Kenyataannya malah Jepang ini bukan inflasi, tapi deflasi selama beberapa dekade.


Selain itu, Jepang ini memang cukup unik dalam manajemen dan budaya perusahaannya dimana senioritas disini sangat dijunjung tinggi. Karyawan tua-tua yang sebenarnya sudah kalah produktivitasnya tetap dipertahankan hanya semata-mata karena senioritas. Dapat dikatakan perusahaan-perusahaan Jepang ini sangat memanjakan kepentingan karyawan lebih daripada kepentingan para pemegang saham. Lucunya lagi bubble aset di Jepang ini malah pecah pada 1991 ketika rasio utang terhadap GDP-nya hanya 60%. Kalau Anda bingung, saya juga bingung. Tapi intinya tetap: Memprediksi inflasi atau deflasi jangka panjang adalah hal yang tidak mungkin bisa dilakukan sekaligus mengajarkan kerendahan hati untuk berkata “tidak tahu”. Jadi berhentilah menebak-nebak arah ekonomi masa depan, karena apabila tepat itu sebuah keberuntungan dan apabila salah ya sudah sewajarnya.


Inflasi dan suku bunga tinggi saling terkait erat. Ekspektasi inflasi yang lebih tinggi akan meningkatkan suku bunga, karena investor obligasi akan menuntut imbal hasil yang lebih tinggi. Hal ini pada gilirannya akan menghasilkan defisit anggaran yang lebih besar, lebih banyak pencetakan uang, lebih banyak pinjaman, dan pada akhirnya suku bunga yang lebih tinggi lagi. Ruwet…


Sebagai investor, kita tidak boleh berpikir secara biner. Peningkatan penerbitan surat utang dan sikap pemerintah yang tampak acuh tak acuh terhadap hal ini serta defisit anggaran yang membengkak meningkatkan kemungkinan dan tingkat keparahan inflasi. Namun, kita juga harus menerima kemungkinan bahwa akan selalu ada faktor randomness yang sedang bermain-main dengan kita, manusia yang mudah tertipu, dan justru memiliki rencana deflasi untuk kita.


Agar kita sebagai value investor tidak tenggelam dalam keruwetan makroekonomi, maka jangan habiskan terlalu banyak waktu memperhatikan kondisi makroekonomi, berinvestasilah dengan pendekatan bottom-up. Benjamin Graham sebagai father of value investing dalam bukunya yang berjudul The Intelligent Investor benar-benar membantu setiap investor agar dapat terlepas dari semua kekacauan dan kepanikan yang menghantui pasar saham. Terlebih lagi Ben Graham membantu setiap investor agar dapat menempatkan segala sesuatunya dalam perspektif yang benar dengan kejernihan berpikir yang luar biasa. Oleh karena alasan itulah seringkali buku itu disebut sebagai bible of value investing. Saya sangat merekomendasikan Anda untuk juga membacanya. Berikut saran-saran timeless dari buku The Intelligent Investor yang dimuat di Wall Street Journal oleh Jason Zweig:


  • Lupakan tentang apa yang akan dilakukan pasar saham. Sebaliknya, fokuslah pada apa yang seharusnya Anda lakukan sebagai investor.
  • Pertama, tentukan apakah Anda seorang investor atau spekulan. "Minat utama investor adalah memperoleh dan memegang sekuritas yang sesuai pada harga yang sesuai," tulis Graham. Di sisi lain, spekulan lebih peduli pada "memprediksi dan mendapatkan keuntungan dari fluktuasi pasar."
  • Jika Anda seorang investor, "fluktuasi harga hanya memiliki satu arti penting," menurut Graham: "kesempatan untuk membeli dengan bijak ketika harga jatuh tajam dan menjual dengan bijak ketika harga naik banyak."
  • "Investor yang membiarkan dirinya terperangkap atau terlalu khawatir oleh penurunan pasar yang tidak berdasar atas kepemilikannya secara keliru mengubah keunggulan dasarnya menjadi kelemahan dasar," Graham memperingatkan. Manusia "akan lebih baik jika sahamnya tidak memiliki kutipan harga pasar sama sekali, karena ia akan terhindar dari penderitaan mental akibat kesalahan penilaian orang lain."
  • Alasan utama banyak individu gagal sebagai investor jangka panjang, kata Graham pada tahun 1972, adalah karena "mereka terlalu memperhatikan apa yang sedang terjadi di pasar saham saat ini."

 

Harga saham yang Anda lihat di layar komputer atau gadget Anda saat ini tidak mengatakan apa-apa tentang berapa nilai intrinsic perusahaan-perusahaan tersebut. Sama sekali tidak! Dan itulah yang benar-benar berarti dalam investasi jangka panjang. Nilai perusahaan yang Anda miliki tidak akan berubah naik turun 10% setiap hari, hari demi hari. Saya dapat pastikan itu.


Harga yang Anda lihat di layar hari ini adalah pendapat sementara yang dianalogikan sebagai Mr. Market oleh Benjamin Graham. Mr. Market ini ibarat seseorang yang tidak stabil secara mental, kadang euforia kadang depresi berat. Mr. Market tidak menilai perusahaan yang Anda miliki atau Anda incar dengan teliti sehingga kadang dia menilainya kelewat tinggi atau kelewat rendah tergantung mood-nya saat itu. Apabila ia bangun tidur dengan suasana hati yang buruk, bisa saja ia menghargai semuanya turun secara sembarangan. (Metafora tidak pernah cukup disini)


Oleh karenanya, ingat baik-baik wejangan dari the father of value investing di atas. Niscaya Anda akan mendapat keuntungan di pasar saham dan aman dari risikonya. Ada salah satu pepatah: Anda menghasilkan sebagian besar uang Anda selama pasar bearish; hanya saja Anda tidak menyadarinya pada saat itu.

 

 Thanks for reading...