Pernahkah Anda bertanya-tanya tentang berapa seharusnya nilai wajar untuk perusahaan/bisnis yang sudah masuk kategori tidak bertumbuh alias mature? Saya akan membahasnya dengan menggunakan rasio P/E.


Rasio P/E adalah rasio valuasi relatif yang paling populer digunakan di pasar saham karena mudah dipahami dan cara perhitungannya yang simpel. Formulanya adalah sebagai berikut:


P/E Ratio = Price per share / Earnings per share


Jika Anda membeli saham PT. Unilever Indonesia, Tbk (UNVR) di harga kisaran 50.000 rupiah per lembar pada tahun 2018 (sebelum stock split 1:5 di 2020) dengan laba per lembar saham waktu itu sekitar 1.199 rupiah maka rasio P/E UNVR adalah 41,71x. Rasio P/E 41,71x ini dapat diartikan investor rela membayar sebesar 41,71 rupiah untuk setiap 1 rupiah yang dihasilkan UNVR atau dengan kata lain apabila harga UNVR dan laba UNVR tidak berubah di masa depan maka butuh waktu sekitar 41 tahun untuk balik modal. Saya tidak memperhitungkan dividen agar ilustrasi ini lebih simpel. Jadi, rasio P/E 41,71x ini mahal atau murah? Saya yakin Anda pasti jawab mahal.


Ilustrasi di atas saya mengambil contoh UNVR karena UNVR sudah berada di kategori “mature” sehingga asumsinya tidak ada growth lagi dan pendapatannya saya asumsikan konstan sama setiap tahunnya. Lalu, apakah pasti pendapatan UNVR akan sama terus setiap tahunnya dan bukan malah turun karena serbuan kompetitor-kompetitornya? Who Knows… kenyataannya malah di tahun 2023 ini laba UNVR turun.


Lalu berapa seharusnya perusahaan yang sudah tidak ada growth seperti UNVR dihargai secara rasio P/E? Untuk menjawab pertanyaan ini saya akan menggunakan metode valuasi Discounted Cash Flow (DCF) adjusted dengan menggunakan Earning per Share (EPS) agar apple to apple karena saya hendak mengkonversikan perhitungan DCF ini menjadi rasio P/E.


Pertama-tama untuk dapat menghitung dengan metode DCF adjusted saya memerlukan 4 komponen yaitu Earning per Share (EPS), Present Value, Perpetuity Value dan Discount Rate. Untuk tingkat pertumbuhan setiap tahunnya saya menggunakan angka 0% karena tujuannya adalah mencari rasio P/E wajar di no growth company.


EPS = 152 rupiah

Growth (g) = 0%

Discount Rate (R) = 11%

Present Value = EPS / (1+R)n

Perpetuity Value (PV) = EPS x (1+g) / (R-g)

Discounted Perpetuity Value = PV / (1+R)n


Discount rate yang saya gunakan adalah 11% karena inilah CAGR IHSG dalam kurun waktu 20 tahun terakhir. Selain itu inflasi rata-rata Indonesia berada di level 5% dan imbal hasil instrumen investasi bebas risiko seperti obligasi SUN Seri PBS024 sebesar 9,4%, jadi cukup konservatif apabila saya mengambil angka 11% sebagai discount rate. Harapannya agar investasi saya memberikan imbal hasil minimal sesuai dengan indeks.



Perpetuity Value                       = 152 x (1+0%) / (11%-0%)

                                                = 1.381


Discounted Perpetuity Value      = 1.381 / (1+11%)3

                                                = 1.010,3


DCF Adjusted    = EPS + Total 3y Present Value + Discounted Perpetuity Value

                        = 152 + 371,1 + 1.010,3

                        = 1.533,4


Dengan perhitungan di atas maka nilai intrinsik UNVR ada di 1.530 per lembar saham atau dengan kata lain rasio P/E wajarnya berada di sekitar 10x dan tentu saja angka ini belum dikurangi dengan margin of safety. UNVR disini hanya saya ambil sebagai contoh ilustrasi saja dan apabila Anda menggantinya dengan perusahaan lain dengan jangka waktu yang berbeda maka hasil yang didapatkan juga akan sama selama asumsi labanya konstan tidak bertumbuh dan discount rate berada di angka 11%. Tentu saja investor juga dapat menurunkan angka discount rate apabila digunakan untuk menilai perusahaan yang masuk kategori fast growth atau sebaliknya menaikkan discount rate apabila model bisnis perusahaan tampak berisiko di masa depan.


Artikel kali ini tampak sophisticated karena memasukkan perhitungan DCF namun sesungguhnya saya sendiri hampir tidak pernah menggunakan DCF untuk memvaluasi perusahaan. Rasio valuasi favorit saya tetap rasio-rasio simpel seperti P/E, PEG, dan P/BV. Tujuan dari artikel ini adalah saya berusaha menerjemahkan metode DCF yang rumit menjadi P/E yang jauh lebih simpel dan tentu saja investor perlu menyadari bahwa tidak ada perusahaan yang pendapatannya selalu konstan sama selamanya seperti ilustrasi di atas. 


Thanks for reading.