Banyak yang beranggapan investor itu hidupnya santai bahkan sambil tidur saja bisa menghasilkan uang, maka banyak orang yang bermimpi ingin menjadi investor. Tapi jarang orang yang paham betul berapa banyak waktu yang harus “dikorbankan” untuk membaca. Apapun dibaca oleh investor baik itu buku, annual reports, laporan keuangan, berita, dll. Sudah lebih dari 5 tahun ini saya berusaha membuat orang-orang di sekitar saya login ke investasi saham, beberapa memang berhasil, mereka membuka akun sekuritas dan berinvestasi saham, namun yang menjadi goal saya bukan cuma itu, tapi lebih ke kemandirian dalam berinvestasi alias menjadi investor yang independen. Nah yang satu ini sangat membutuhkan banyak membaca, sayangnya hampir semua orang yang saya bikin login itu gagal dalam membaca. Baik itu kurang waktu untuk membaca atau banyak membaca tapi kurang berguna. Di artikel kali ini saya ingin sharing kiat-kiat membaca berdasarkan 2 jenis knowledge-nya, expiring dan permanent knowledge.


Sherlock Holmes pernah berkata, “Otak manusia itu seperti ruang kosong, yang harus diisi dengan perabotan yang kita pilih sendiri.” Jika kita tidak selektif, ruangan itu akan penuh dengan barang rongsokan yang menumpuk dan membuat kita kesulitan menemukan hal yang benar-benar penting dan berguna. Kalimat tersebut ditulis di tahun 1887, jauh sebelum munculnya media sosial, smartphone, dan informasi digital. Manusia masa kini menghadapi tantangan yang jauh lebih besar yaitu memilih informasi apa yang layak untuk disimpan, dan mana yang harus diabaikan/dibuang.


Jadi jangan asal menyerap knowledge, bedakan mana yang sementara mana yang permanen (Expiring & Permanent Knowledge). Setiap hari kita dibanjiri oleh informasi mulai dari berita politik, harga saham, tren medsos, hingga analisis ekonomi mingguan. Semua kanal berita atau content creator berlomba menarik perhatian netizen. Tapi pertanyaannya: berapa banyak dari itu semua yang benar-benar akan Anda ingat atau butuhkan setidaknya satu tahun dari sekarang?


Inilah dilema besar di era informasi digital saat ini, bukan soal kurangnya pengetahuan, tapi terlalu banyaknya hal yang tidak penting yang mengganggu perhatian kita alias noise.


Dua Jenis Pengetahuan:

Jika Anda ingin membangun akumulasi pengetahuan jangka panjang yang berguna agar bisa mandiri dalam berinvestasi saham dan tidak mudah terombang-ambing oleh berita terbaru, Anda setidaknya harus memiliki kemampuan untuk membedakan dua jenis pengetahuan ini:


1. Pengetahuan Sementara

Ini adalah jenis informasi yang cepat basi. Misalnya: hasil pemilu, laporan keuangan kuartalan, harga saham harian, kontroversi politik, atau bahkan tren TikTok minggu ini. Biasanya informasi ini muncul dengan cepat, ramai dibicarakan, tapi hilang begitu saja dalam hitungan hari hingga bulan. Sayangnya informasi ini bagi kebanyakan orang sangat menarik untuk dilewatkan. Tapi jarang membentuk cara pikir Anda dalam jangka panjang.


2. Pengetahuan Permanen

Pengetahuan jenis ini mencakup hal-hal seperti prinsip hidup, cara berpikir, filosofi, kerangka analisis, atau pelajaran dari sejarah dan biografi tokoh-tokoh masa lalu. Pengetahuan seperti ini bisa Anda gunakan berkali-kali, dalam banyak situasi berbeda, bahkan bertahun-tahun setelah Anda pertama kali mempelajarinya. 


Anda mungkin tak ingat berita utama di tahun 2015, tapi Anda bisa dengan jelas mengingat satu buku bagus yang Anda baca saat itu dan bagaimana buku itu sangat mempengaruhi hidup Anda hingga saat ini.


Jadi kunci utamanya adalah: Seleksi apa yang Anda Konsumsi. Banyak orang fokus pada berapa banyak yang mereka baca, bukan apa yang mereka simpan. Padahal, membaca 10 artikel berita tidak sebanding nilainya dengan memahami satu ide yang membentuk keputusan tepat Anda selama satu dekade kedepan. Sayangnya kadang insight berharga itu letaknya tersembunyi di banyak bacaan tidak berguna itu.


Oleh karena itu, saya ingin membagikan beberapa tips untuk melatih diri dalam memilih knowledge/informasi yang benar-benar penting:

  • Tanya diri Anda sendiri, Apakah saya akan peduli dengan ini tahun depan? Jika jawabannya “Tidak”, jangan ragu untuk berhenti membaca dan beralih ke bacaan berikutnya. Waktu dan energi Anda terbatas maka gunakanlah untuk hal-hal yang permanen/abadi. Anda akan terbiasa dalam mem-filter narasi berlebihan dan hanya mengambil inti atau fakta yang memang penting bagi Anda.
  • Belajar dari orang lain yang tidak sependapat dengan Anda terutama jika orang tersebut adalah orang yang Anda hormati atau anggap cerdas. Ini seringkali menjadi pintu masuk ke pemikiran yang lebih mendalam dan objektif asalkan Anda tetap open minded yang mampu menerima dengan objektif pendapat-pendapat orang yang tidak setuju dengan Anda. Charles Darwin menurut Charlie Munger adalah orang dengan extreme objectivity sekalipun menurut Munger Ia bukan orang yang sangat cerdas. Darwin menjadi first class scientist karena Ia banyak menghabiskan waktunya untuk mencoba membuktikan bahwa dirinya salah. Darwin selalu mencoba untuk membantah ide-idenya sendiri sesaat setelah Ia menemukan ide baru. Sayangnya hal ini cukup sulit dilakukan, karena pada dasarnya manusia akan secara otomatis mengartikan ketidaksetujuan orang lain menjadi sinyal ancaman di otak kita yang membuat kita otomatis menjadi defensif, cenderung mencari pembenaran-pembenaran yang tidak perlu, apalagi jika ego ikut bermain. Selain itu manusia umumnya akan berasumsi bahwa orang yang tidak setuju dengan idenya adalah orang yang tidak secerdas atau tidak se-knowledgeable dirinya.


So, dengan keterbatasan daya tampung otak kita, jangan biarkan hal-hal yang tidak penting/sepele memenuhi ruang otak kita. Utamakan mengisinya dengan prinsip-prinsip dan knowledge yang bisa dipakai seumur hidup daripada mengingat ribuan fakta yang akan terlupakan bulan depan.


Pengetahuan yang terbaik adalah yang bertahan lama, bukan yang paling banyak dibicarakan hari ini.


Thanks for reading…