Sebelum membaca artikel kali ini, teman-teman coba renungkan hal ini terlebih dahulu:
“Saat membeli saham, teman-teman berpikir sebenarnya sedang melakukan investasi atau spekulasi? Atau keduanya?”
Menurutmu apa perbedaannya?
Mari kita bahas!
(Note: Artikel ini di post pada tanggal 23 September 2025, sehingga semua contoh saham yang ada dalam artikel ini berdasarkan data hingga tanggal tersebut.)
Ada 3 poin utama yang akan saya bahas kali ini:
- Adanya elemen spekulatif dalam hampir semua pekerjaan analis saham
- Adanya perbedaan nyata antara spekulasi yang cerdas dan spekulasi yang tidak cerdas/judi.
- Sikap para analis saham terhadap spekulasi pada umumnya tidak bermanfaat karena berorientasi pada hasil – kemampuan cuan/imbal hasil dari spekulasi yang berhasil, daripada pada kemampuan untuk berspekulasi dengan berhasil. Dalam berinvestasi yang lebih penting adalah prosesnya bukan hasilnya.
APA ITU SPEKULASI?
Pertama-tama, apa yang saya maksud dengan SPEKULASI? Untuk mengetahuinya, Anda harus setuju dulu dengan apa itu INVESTASI:
“An INVESTMENT operation is one which, upon thorough analysis, promises safety of principal and an adequate return. Operation not meeting these requirements are SPECULATIVE.” – Benjamin Graham
Jadi secara singkat ada 3 unsur yang harus dipenuhi agar suatu tindakan bisa disebut sebagai investasi yaitu:
- Upon thorough analysis. (Melalui analisis yang menyeluruh. Paham apa yang Anda beli, terutama risikonya)
- Promises safety of principal. (Menjamin keamanan modal pokoknya/terhindar dari total loss)
- Adequate return. (Memberikan return yang memadai. Tentu Anda tidak menginginkan jika inflasi rata-rata 20 tahun ada di angka 6% tapi investasi Anda berimbal hasil 5% atau kurang)
Saya sebut saja ini sebagai “Segitiga Investasi”.
Namanya segitiga, jika ada 1 sisi saja tidak terpenuhi maka tidak akan jadi segitiga. So, satu saja unsur dalam segitiga itu tidak terpenuhi, maka tindakan itu disebut SPEKULASI. Jadi saya menggunakan dan menguraikan apa itu investasi untuk mengetahui apa itu spekulasi.
Seperti yang saya bahas dalam poin no 3 di awal artikel ini, baik investor maupun spekulan – cerdas dan tidak cerdas bisa saja menghasilkan cuan di pasar saham dan itulah yang seringkali dilihat sebagai kesuksesan dalam saham. Para pelaku pasar saham seringkali langsung melihat hasil, alih-alih melihat bagaimana prosesnya. Makanya di grup-grup saham sering terdengar pernyataan “yang penting cuan!”
Ciri khas dari spekulator adalah, semuanya berkaitan dengan perubahan harga. Dalam beberapa kasus, para spekulator benar-benar hanya fokus pada perubahan harga semata, dan inilah yang saya sebut sebagai spekulasi yang tidak cerdas/judi. Dalam kasus lainnya, ada yang berfokus pada perubahan nilai/value yang diharapkan akan menimbulkan perubahan harga – Ini adalah kaum yang saya sebut spekulasi cerdas. Jika agak sulit memahaminya, saya akan berikan beberapa contoh:
Contoh Spekulasi Saham PT. Hartadinata Abadi, Tbk (HRTA)
“Jika pada awal tahun 2025 Anda membeli saham perusahaan emas PT. Hartadinata Abadi, Tbk (HRTA) di sekitar harga 350 rupiah, terutama karena Anda percaya bahwa dunia tidak baik-baik saja oleh karena itu saham emas akan mengalami kenaikan harga, itu jelas merupakan tindakan spekulatif yang didasarkan terutama pada opini tentang perubahan harga saham, dan tanpa acuan khusus pada nilai.”
Sebaliknya,
“Jika Anda membeli saham HRTA di awal tahun 2025, karena sudah melakukan analisis menyeluruh sehingga Anda tahu, walaupun harganya sudah meningkat lumayan banyak sejak tahun 2022, namun relatif dengan value perusahaan, harga tersebut masih rendah. Nilai aset bersih per lembar saham saat itu sebesar 450 rupiah sedangkan harga sahamnya dijual 350 rupiah. Bisnisnya juga sedang bertumbuh secara sehat dan organik. Anda juga jelas sedang berspekulasi namun secara cerdas. Namun, motifnya terkait dengan analisis nilai atau lebih tepatnya dengan perkiraan perubahan nilai yang seperti terjadi saat artikel ini di post, harga saham HRTA naik spektakuler di level 950 rupiah per lembar saham.”
Hampir semua pembelian saham yang didasarkan pada ekspektasi perubahan - apakah itu perubahan harga atau perubahan nilai – harus dianggap sebagai spekulatif, dan harus dibedakan dari investasi. Sayangnya, kedua hal itu tercampur dalam harga saham yang Anda beli, yang membuat semakin sulit membedakannya. Dalam suatu saham, harganya sebagian mencerminkan nilai investasinya dan sebagian lagi merupakan elemen yang harus disebut spekulasi.
Berikutnya saya coba berikan satu contoh lagi dengan saham yang dianggap “the bluest of blue chip” di IHSG yaitu PT. Bank Central Asia, Tbk (BBCA). Saham ini sengaja saya pilih karena kualitasnya “dianggap” yang tertinggi oleh umumnya para pelaku pasar saham di Indonesia dan oleh karenanya mengandung elemen spekulatif di dalamnya. Dari harga BBCA saat ini 7.875 rupiah per lembar saham, saya mengatakan bahwa mungkin sekitar 4.725 rupiah per lembar saham mencerminkan komponen investasi dan sebesar 3.150 rupiah per lembar mencerminkan komponen spekulatif. Hitungan itu didasarkan pada asumsi PBV 1,5x karena neraca bank berisi aset yang sangat likuid lebih dari 95%-nya dan bisnisnya yang baik. Jadi bahkan dalam saham berkualitas tinggi ini, setidaknya sekitar 40%-nya dari harga pasar saat ini mewakili penilaian spekulatif.
Contoh di atas menunjukkan betapa besarnya komponen spekulatif dalam investasi saham. Inilah yang menjadi landasan poin pertama di awal artikel ini bahwa ada elemen spekulatif dalam pekerjaan analis saham. Fluktuasi yang besar pada harga saham membuat hampir mustahil bagi para pelaku pasar saham untuk mengabaikan perubahan harga. Akan sangat tidak bijak – dan munafik – bagi siapapun untuk membeli saham dan berkata bahwa Ia hanya tertarik pada hasil dividennya saja dan sama sekali tidak peduli pada perubahan harga. Masalahnya bukan apakah perubahan harga harus diabaikan atau tidak – karena jelas tidak boleh diabaikan – melainkan bagaimana investor dan analis saham dapat menyikapi perubahan harga itu dengan cerdas.
Saya ingin kembali sebentar pada pernyataan di atas bahwa “sebagian dari harga BBCA di tahun 2025 ini mencerminkan komponen spekulatif.” Hal itu muncul dari kenyataan bahwa investor bersedia membayar begitu banyak untuk apa yang disebut kualitas, dan begitu banyak untuk apa yang disebut prospek masa depan, sehingga mereka sendiri memasukkan elemen spekulatif yang serius ke dalam valuasi saham. Elemen-elemen ini pasti menimbulkan fluktuasi dalam sikap mereka sendiri, karena harapan kualitas dan prospek adalah hal yang akan terjadi di masa depan yang ada kemungkinan belum tentu terjadi sehingga ini akan mempengaruhi psikologis investor. Hal-hal tersebut sangat berpengaruh terhadap sikap psikologis orang-orang yang membeli dan menjual saham.
Jika kita mundur ke pertengahan 2024, kita akan mendapati bahwa harga saham BBCA berada di level 10.000-11.000 dan turun lebih dari -21% di Q1 2025 menjadi 7.900-an lalu naik ke 9.700 dalam waktu 1 bulan lalu turun lagi ke harga saat ini 7.875 di Q3 2025. Ini adalah fluktuasi yang lebar dalam jangka pendek. Saya pikir hal ini membenarkan pernyataan bahwa sebagian besar dari harga BBCA harus dianggap spekulatif dan mungkin sementara – selama BBCA bisa mempertahankan statusnya sebagai religion stocks -. Sebaliknya, saya juga berpikir bahwa Anda bisa saja membeli BBCA dengan valuasi investasi murni sebesar 4.725 rupiah atau lebih rendah dari itu dan sudah mendapatkan imbal hasil yang memuaskan saat ini, jika anda bisa memanfaatkan kesempatan baik pada tahun 2020 untuk membeli saham BBCA pada level itu.
Elemen spekulatif ini lebih luas lagi bisa masuk ke dalam investasi obligasi, sama halnya seperti pada saham. Namun obligasi berkualitas tinggi, hampir tidak memiliki komponen spekulatif. Faktanya, jika Anda berpikir obligasi berkualitas tinggi memiliki komponen spekulatif besar, Anda tentu tidak akan membelinya untuk investasi, dan Anda pun tidak akan menyebutnya “berkualitas tinggi”. Tetapi ada satu faktor penting yang harus diingat disini. Kenaikan tingkat suku bunga dapat menyebabkan penurunan substansial pada harga obligasi yang sangat baik sekalipun. Tetapi obligasi berkualitas tinggi masih bisa dinilai berdasarkan dasar amortisasi sepanjang periode jatuh temponya, dan fluktuasi harga karenanya bisa diabaikan dengan perhitungan valuasi yang konservatif tanpa memperhatikan fluktuasi harganya. Inilah mengapa investasi obligasi itu lebih mudah daripada investasi saham.
Contoh Spekulasi Cerdas Saham KPSG
(Maaf yang satu ini bukan kode saham yang sebenarnya, tapi bisnisnya real ada, saya tidak bisa membuka kode sahamnya karena ada conflict of interest)
Dalam kasus KPSG, kita mendapati hal berikut: Ini adalah saham perusahaan IT yang memiliki total aset sebesar 4,8 triliun, yang sebagian bersumber dari obligasi konversi senilai 560 miliar dari sebuah perusahaan ternama asal Jepang. Ketika dipelajari lebih lanjut, Anda akan menemui bahwa obligasi konversi itu memiliki conversion rate senilai apabila saham KPSG diperdagangkan di level 1.400 per lembar saham dan berdasarkan penelusuran yang Anda lakukan, Anda mengetahui bahwa perusahaan Jepang itu bukanlah perusahaan private equity yang biasanya akan melakukan penjualan ketika harganya mencapai level tertentu. Perusahaan tersebut adalah perusahaan raksasa no.2 atau 3 IT di Jepang yang memiliki rencana melebarkan layanannya ke Asia Tenggara, ini berarti motif kerjasamanya adalah jangka panjang, dimana mereka juga mengetahui potensi bisnis IT KPSG sehingga mau mengeluarkan obligasi konversi dengan rate konversi 1.400 itu. Harga saham KPSG saat ini diperdagangkan tidak sampai 450 rupiah per lembar saham, berarti Anda memiliki diskon pasar dibandingkan dengan nilai sekarang yang tampak dari saham itu dan juga kesempatan untuk berpartisipasi dalam situasi spekulasi yang cerdas dimana risk & reward tidak seimbang dan berpihak pada Anda.
Akibatnya, dalam kasus KPSG, Anda memiliki kombinasi spekulasi cerdas yang khas dan menarik berupa:
- Sebuah “tiket masuk” berharga murah ke dalam situasi yang menguntungkan
- Alih-alih membayar lebih mahal dari nilai matematis tiket Anda, Anda justru membayar lebih sedikit
- Jika Anda mengasumsikan bahwa fluktuasi lebar cenderung terjadi ke dua arah selama bertahun-tahun, maka Anda berpotensi memperoleh lebih banyak keuntungan dibandingkan kerugian dari fluktuasi tersebut.
Demikianlah spekulasi KPSG, jika dilihat secara analitis.
Sebaliknya, jika Anda beralih ke saham PT. GoTo Gojek Tokopedia, Tbk (GOTO), meskipun sekilas tampak sebagai situasi yang serupa – yaitu ada kepentingan TikTok untuk berinvestasi di GOTO – Anda akan menemukan gambaran yang sama sekali berbeda.
Contoh Spekulasi Saham PT. GoTo Gojek Tokopedia, Tbk (GOTO)
Setelah IPO di 2022, saham GOTO terus mengalami penurunan harga yang besar seiring dengan kinerjanya yang merugi. Di dalamnya banyak investor publik yang berspekulasi, sehingga pasar sangat sensitif terhadap berita-berita yang dianggap bisa menjadi katalis positif yang kemudian menaikkan harga saham GOTO. Pada akhir 2023, beredar rumor dan pemberitaan bahwa TikTok akan masuk ke Tokopedia dengan framing media (dan sebagian narasi pasar) memberi kesan bahwa TikTok akan menggabungkan operasional e-commerce-nya (TikTok Shop) dengan Tokopedia, sehingga publik mengira Tokopedia akan menjadi “rumah utama” e-commerce TikTok Shop di Indonesia.
Ternyata realitanya TikTok malah membeli 75% saham Tokopedia melalui skema share subscription – Tokopedia menjadi joint venture dengan pengendali mayoritas adalah TikTok. GOTO hanya menjadi pemegang minoritas (sekitar 25%) di Tokopedia. Hal ini menyebabkan Tokopedia tidak lagi di konsolidasikan di laporan keuangan GOTO dan revenue Tokopedia tidak masuk ke GOTO (hanya porsi ekuitas sesuai kepemilikan minoritas). Dengan kata lain, TikTok lah yang mengambil benefit utama dari integrasi Tokopedia x TikTok Shop, bukan pemegang saham publik GOTO.
Seorang analis saham akan berkata memang ada banyak kondisi spekulasi dalam situasi tersebut, tetapi Anda membayar terlalu mahal di saham GOTO, dan Anda terlalu jauh dari kemungkinan keuntungan yang dapat direalisasikan, sehingga itu akan dianggap sebagai spekulasi yang tidak cerdas.
Jadi, dari sudut pandang analisis saham, terdapat perbedaan kuantitatif dan kualitatif yang sangat besar antara KPSG dan GOTO. Yang satu merupakan spekulasi yang cerdas, sementara yang lain adalah spekulasi yang tidak cerdas. Di saham KPSG, Anda mungkin mendapatkan 950 rupiah (selisih 1.400 – 450) per saham dari modal 450 rupiah Anda, atau Anda mungkin tidak mendapatkan apapun sama sekali, atau mungkin sejumlah rupiah di antaranya. Namun, itu bukan berarti Anda harus menghindari analisis saham yang spekulatif. Seorang analis saham yang baik memiliki cara untuk meneliti kelayakan setiap kasus yang dihadapi dan membentuk opini berdasarkan keterampilan, pengalaman, dan analogi yang ia temukan dalam kasus-kasus seperti ini.
Spekulasi Cerdas & Investasi
Kembali ke contoh HRTA, jika kita mengasumsikan bahwa HRTA sebagai perusahaan emas yang underlying value di neracanya adalah emas memiliki peluang lebih dari 50% nilainya akan naik dalam jangka panjang, maka analis akan menyimpulkan bahwa jika ia dapat membeli HRTA dengan harga diskon 50% dari nilai kekayaan bersih dan kualitas bisnisnya di harga 350 per lembar saham, maka itu adalah spekulasi yang cerdas. Karena secara matematis menunjukkan bahwa, dalam beberapa hal seperti itu, Anda akan menghasilkan lebih banyak daripada yang Anda rugikan secara agregat. Contoh-contoh ini membawa kita, pada hubungan antara spekulasi cerdas dan investasi. Faktanya, keduanya berhubungan sangat erat, sehingga sulit dipisahkan.
Spekulasi cerdas setidaknya berdasarkan bahwa kemungkinan perhitungan kuantitatif dan kualitatif dalam analisis saham tidak bertentangan/melawan spekulasi tersebut. Anda harus melakukan perhitungan terhadap peluang berdasarkan pertimbangan yang cermat atas fakta-fakta yang relevan, alih-alih termakan narasi berita, media sosial atau tokoh investasi tertentu.
Jika probabilitasnya, sebagaimana sudah Anda ukur dengan analisis kuantitatif dan kualitatif yang Anda lakukan dan hasilnya jelas berpihak pada spekulasi kita, maka kita dapat mengubah spekulasi yang cerdas itu menjadi investasi dengan cara yang sederhana yaitu, DIVERSIFIKASI! Ide pokoknya sangat sederhana: pastikan peluang berpihak pada Anda melalui proses analisis yang menyeluruh terhadap bisnis, lalu lakukan diversifikasi yang diperlukan. Dengan ini Anda memenuhi ketiga sisi dalam Segitiga Investasi yang saya jelaskan di awal artikel ini.
Pendekatan spekulasi cerdas didasarkan pada peluang yang dapat Anda tentukan yang tidak boleh bertentangan dengan prinsip-prinsip value investing dimana mengharuskan Anda menemukan “value” di dalamnya melebihi harga yang Anda bayarkan. Tidak masalah apa yang Anda beli, baik itu saham, obligasi, tanah, atau instrument investasi apapun, jika Anda cukup yakin bahwa peluang berpihak pada Anda. Semuanya sama menariknya, dan semuanya sama-sama layak dimasukkan dalam diversifikasi Anda.
Anda bisa saja disebut tidak melakukan diversifikasi jika masuk misalnya ke sepuluh situasi seperti GOTO – karena secara substansial sebenarnya sama saja, Anda sedang berjudi. Untuk diversifikasi nyata, Anda harus memastikan bahwa faktor-faktor yang menentukan keberhasilan atau kegagalan berbeda antara satu kasus dengan yang lain.
Penutup
Ada sebuah kisah, tentang seorang dokter yang sangat cerdas yang menghabiskan seluruh waktunya mencari sesuatu yang akan menjadi luar biasa jika ia menemukannya, tetapi tidak pernah ia temukan. Reward karena selalu benar di pasar saham tentu sangat besar, dan itulah mengapa kita semua tergoda. Tetapi Anda harus setuju dengan saya bahwa tidak ada dasar logis maupun praktis untuk percaya bahwa ada seseorang yang dapat selalu benar dalam meramalkan arah pasar saham. So, Anda melakukan kesalahan yang besar jika membuang waktu berharga Anda untuk mengejar hal ini.
Peramalan pasar, pada dasarnya sama dengan market timing dan izinkan saya mengatakan bahwa satu-satunya prinsip timing yang pernah berhasil secara konsisten adalah membeli saham pada saat harga murah menurut analisis menyeluruh yang Anda lakukan, dan menjualnya pada saat harganya sudah mahal menurut analisis Anda.
Walaupun kedengarannya seperti market timing, tapi sesungguhnya itu bukan timing, melainkan pembelian dan penjualan berdasarkan motif value. Pada dasarnya hal ini tidak memerlukan pendapat apapun tentang masa depan pasar, karena jika Anda berhasil membeli saham yang cukup murah, posisi Anda tetap relatif aman, bahkan jika pasar terus turun dan jika Anda menjual saham pada harga yang cukup mahal, Anda telah melakukan hal yang cerdas, bahkan jika pasar terus naik.
Oleh karena itu, di akhir artikel ini izinkan saya menyampaikan sesuatu yang begitu penting yaitu: pisahkan diri Anda dari analisis saham (bisnis) dengan analisis pasar saham. Jangan mencoba menggabungkan keduanya – analisis saham dengan analisis pasar saham akan membuat Anda bingung karena hasil kombinasi tersebut hampir pasti adalah kontradiksi dan kebingungan yang mempengaruhi psikologis dan keputusan investasi Anda.
Thanks for reading…